Suara.com - WhatsApp menuding NSO Group, perusahaan spyware milik Isreal yang berbasis di Amerika Serikat, sangat terlibat dalam peretasan terhadap 1.400 pengguna aplikasi chat tersebut.
Manajemen WhatsApp menilai NSO Group tak hanya menjual software peretas bernama Pegasus kepada kliennya, dalam hal ini pemerintah suatu negara dengan tujuan melacak teroris, penjahat dan sebagainya.
Dalam gugatannya, WhatsApp membeberkan temuan bahwa NSO Group memiliki andil dalam sebuah aksi peretasan alih-alih hanya menjadi penyedia software Pegasus bagi kliennya.
Dilansir The Guardian, salah satu teknisi WhatsApp yang menyelidiki kasus peretasan itu, menemukan setidaknya 720 contoh, bahwa alamat IP dalam serangan server jarak jauh itu berbasis di Los Angeles dan pusat datanya digunakan NSO.
Baca Juga: Polisi Selidiki Laporan Kasus Peretas WhatsApp Aktivis Ravio Patra
"NSO menggunakan jaringan komputer untuk memantau dan memperbarui Pegasus setelah ditanam di perangkat pengguna," tulis pernyataan resmi WhatsApp dilansir The Guardian, Senin (4/5/2020).
"Komputer yang dikontrol NSO ini berfungsi sebagai pusat saraf di mana NSO mengendalikan operasi dan penggunaan pelanggan Pegasus."
NSO sendiri telah membantah tudingan tersebut. Dalam pengajuan hukum, mereka mengaku tak punya akses kepada klien yang telah memesan software Pegasus.
Karena itu, lanjut pernyataan NSO, mereka sama sekali tak tahu siapa-siapa saja orang atau kelompok yang menjadi target peretasan pemerintahan suatu negara.
Namun, pembelaan itu langsung dibantah oleh seorang ahli bernama John Scott-Railton dari Citizen Lab yang turut bekerja sama dengan WhatsApp dalam kasus ini.
Dia mengatakan bahwa NSO memiliki kendali terhadap server yang terlibat dalam suatu peretasan. Perusahaan akan memiliki log, termasuk alamat IP dari pengguna WhatsApp yang jadi sasaran peretasan.