Suara.com - Lebih dari 3,4 juta orang di seluruh dunia dinyatakan terkonfirmasi positif virus corona sejak pertama kali muncul di China tahun lalu. Hampir 240.000 meninggal dunia.
Hanya sedikit negara yang tidak terkena dampaknya.
Berikut ini adalah kisah empat kematian di tiga benua yang terjadi pada hari yang sama, pada tanggal 12 April.
Italia
Baca Juga: China Ejek Penanganan Covid-19 Amerika Serikat Lewat Animasi di Youtube
Maria Pollidori masuk ke rumah sakit di Italia akhir Februari untuk operasi kanker perut. Semua tampak berjalan lancar, dan keluarganya bersiap menyambutnya pulang.
Namun pada anggal 9 April mereka menerima telepon dari rumah sakit yang berkata ibu berusia 84 tahun ini dites positif virus corona.
Italia adalah pusat pandemi global, dengan catatan kematian akibat virus corona terbanyak di dunia sejauh ini. Di wilayah Marche, lokasi tempat tinggal Maria dan keluarganya, ada ribuan kasus.
Namun keluarga Maria tidak tahu bahwa ia memperlihatkan gejala.
Enam vaksin virus corona yang sudah diuji coba pada manusia Inggris mulai uji vaksin Covid-19 ke manusia Mengapa menengkurapkan pasien Covid-19 bisa menyelamatkan nyawa.
Baca Juga: Pendeta di Amerika Serikat: Virus Corona Berasal dari Iblis
Tiga hari sesudah telepon itu, Maria meninggal dunia.
Anaknya Pierluigi mengatakan hal terberat adalah tidak bisa bersamanya “di saat ia sangat membutuhkan kami”.
Kematian Maria tidak hanya dirasakan oleh keluarganya. Maria bekerja sebagai perawat dan bidan selama 25 tahun, dan ia dikenal baik di kota kecil Porto Potenza yang terletak di tepi pantai.
Namun karena pandemi, tak ada yang bisa memberi penghormatan terakhir kepadanya.
Kisah seperti ini terdengar di seluruh negeri.
Amerika Serikat
Ribuan kilometer jauhnya, juga tanggal 12 April, di Negara Bagian Texas, Amerika Serikat, Phillip Tsai-Brooks dan suaminya Anthony berada di rumah sakit karena Covid-19.
Kisah mereka adalah cinta pada pandangan pertama karena mereka diperkenalkan oleh teman bersama.
Mereka menikah tahun 2014 di kapal pesiar di Teluk San Francisco. Mereka mengajak ibu Phillip untuk ikut serta dalam perjalanan bulan madu ke Puerto Rico – sebagaimana yang sering mereka lakukan dalam perjalanan internasional mereka.
Phillip, anak dari lima bersaudara, selalu bermimpi jadi penata rambut dan suatu hari membuka salonnya sendiri. Ambisinya terwujud ketika ia membuka studio rambut bernama Extreme Opulence. Belakangan, ia mengajar penataan rambut.
Anthony, yang sering dipanggil Tony, anak tunggal dan menghabiskan hidup di Angakatan Udara AS sebelum bekerja di bidang anggaran di pemerintah kota Live Oak.
Veteran yang kharismatik ini sering membawa permen ke kantor, dan meletakannya di dalam toples di meja untuk diambil siapa saja.
Keluarga dan teman-temannya menggambarkan Phillip dan Tony sebagai pasangan sempurna. Mereka bermimpi suatu saat mengadopsi anak.
Namun hidup dan impian mereka secara tragis terenggut oleh pandemi.
Dalam unggahan di Facebook akhir Maret, Phillip 42 tahun, bilang bahwa ia merasa tidak sehat dan diperintahkan untuk mengkarantina diri untuk jaga-jaga.
Enam hari kemudian, ia dirumahsakitkan, positif virus corona.
Tony, 52 tahun, dibawa ke rumah sakit berbeda untuk gejala yang sama.
Digambarkan oleh seorang kakak Phillip, pasangan ini memasuki babak terakhir kisah cinta mereka.
Tony dipindahkan ke rumah sakit yang sama dengan Phillip. Kondisi mereka berdua memburuk, dan terbaring di kamar yang bersebelahan.
Phillip meninggal 12 April akibat serangan jantung dari kompikasi akibat Covid-19. Dua hari kemudian, Tony meninggal.
“Kehilangan yang meyedihkan. Namun cinta mereka akan terus abadi,” kata kakak Phillip.
Kuba
Di tempat lain di Amerika Utara, Victor Batista Falla baru saja kembali ke Kuba, negeri kelahirannya, untuk pertamakalinya dalam 60 tahun.
Pria berumur 87 tahun ini lahir dari salah satu keluarga terkaya negeri itu. Ayahnya pendiri sebuah bank, ibunya pewaris perkebunan gula.
Ia kabur tahun 1960 ketika Fidel Castro mengambil alih kekuasaan dari Presiden Fulgencio Batista.
Victor lalu menjadi seorang sastrawan eksil Kuba terkenal, mendirikan jurnal di sendiri Exilio dan Escandalar di New York.
Sesudah pindah ke Madrid, ia membuka penerbitan bernama Colibrí, dan melalui itu menerbitkan sejumlah esei tentang Kuba.
Seorang penulis Kuba yang tinggal di Prancis William Navarette bertemu Victor di Madrid tahun 1996 di kafe yang populer di kalangan eksil Kuba. Sejak pertemuan itu, mereka selalu bertemu setiap kali William ke Madrid.
William menggambarkan Victor sebagai pria yang tak suka konfrontasi dan gosip serta sangat melindungi privasi.
“Ia orang yang menikmati hidup, tapi sangat terukur,” kata William tentang temannya itu.
“Ia tak pernah menyombongkan hubungan-hubungannya dan prestasi-prestasinya".
Profil Victor jauh melampaui Kuba. Ia paman dari Grand Duchess of Luxembourg dan bangsawan ini menyatakan kematian Victor sebagai “kehilangan besar” untuk keluarganya.
William mengatakan Victor tak bicara soal hubungannya dengan keluarga raja dan tidak suka bicara soal kekayaan keluarganya.
“Saya pernah tanya apakah ia rindu kehidupan mewahnya di Kuba, yang ia alami hingga umur 27,” kenang William.
“Ia menjawab bahwa bukan itu yang ia rindukan, tapi ia ingin mewujudkan cita-citanya”.
Sesudah 60 tahun, Victor diam-diam kembali ke Kuba bulan Februari. Tidak jelas apa yang membuatnya kembali.
William tidak tahu apa-apa soal perjalanan itu sampai ia baca surat kabar yang memberitakan temannya itu meninggal karena Covid-19.
India
Dini hari tanggal 3 Desember 1984, sebuah katup pecah dalam tanki penyimpanan bahan kimia di kota Bopal, India.
Segera sesudahnya gas maut keluar dari pabrik mencemari lingkungan sekitar. Kebocoran ini merupakan salah satu bencana paling mematikan dalam sejarah modern. Ribuan orang mati dan puluhan ribu harus dirawat.
Di antara yang harus dirawat adalah Imran Khan, yang masih kanak-kanak ketika bencana terjadi. Dua tahun lalu ia mengalami kanker mulut, yang diyakini hasil dari kebocoran pabrik itu. Ia harus berhenti bekerja.
Ia menyintas dari kanker awalnya, tetapi kemudian kembali lagi. Ia harus menjalani kemoterapi.
Kondisinya menurun terus beberapa minggu terakhir dan meninggal tanggal 12 April. Ia dites dan belakangan diketahui positif virus corona.
Sekelompok penyintas kebocoran gas Bopal menuduh pemerintah setempat mengkhianati mereka dan orang-orang seperti Imran.
Kata mereka lima orang penyintas kebocoran gas meninggal dalam beberapa hari saja karena virus corona.
Sebuah rumah sakit korban gas, diubah menjadi fasilitas untuk pasien virus corona. Kelompok Aksi dan Informasi Bopal mengatakan korban gas diabaikan, padahal mereka rentan terhadap virus ini karena kondisi kesehatan mereka.
Kakak tertua Imran, Rashid Khan, kini merawat istri dan anak Imran.
"Kesejahteraan keluarganya kini ada di pundak saya," katanya kepada BBC Hindi.
Laporan tambahan oleh Alessandra Maggiorani dan Shuriah Niazi