Suara.com - Sonata Khrisna Deva hampir 2 bulan terombang ambing di laut karena kapal pesiarnya ditolak bersamdar karena wabah virua corona. Sonata lelaki asal Sukabumi, Jawa Barat. Kapal pesiar tempat dia bekerja ditolak beberapa negara.
Kapal pesiar Holland-American Line, yang berkantor pusat di Amerika Serikat, sebenarnya sudah tidak lagi memiliki tamu penumpang. Namun, ada hampir 1.000 anak buah kapal, termasuk asal Indonesia, yang masih bertahan di atas kapal pesiar dan belum bisa pulang.
Di tengah pandemi COVID-19, banyak negara menolak masuk kapal pesiar ke kawasannya setelah diketahui penularan virus corona banyak berasal dari kapal pesiar.
"Kapal ini rutenya hanya Australia dan New Zealand, bolak-balik di kawasan itu saja," kata Sonata kepada Hellena Souisa dari ABC News.
Baca Juga: Jadwal Sholat Hari Ini dan Jadwal Imsak Makassar 2 Mei 2020
"Tetapi karena tidak ada yang mau menerima kami dan banyak pelabuhan sudah ditutup, dari Auckland, New Zealand kami akhirnya menuju Amerika Serikat," tambahnya.
Sonata menuturkan, rencana awalnya kapal mengarah ke San Diego dan sesampainya di sana awak kapal akan diterbangkan pulang dengan pesawat sewaan.
"Waktu itu San Diego masih membolehkan [merapat], tapi di perjalanan kami mendapat kabar pelabuhan ditutup."
Akhirnya kapal mengarah dan merapat di San Pedro, California.
"Akhirnya [kapal] bisa merapat, tapi kami juga nggak boleh turun. Hanya [untuk] isi bahan bakar dan loading bahan makanan," katanya.
Baca Juga: Jadwal Sholat Hari Ini dan Jadwal Imsak Palembang 2 Mei 2020
Sonata yang sehari-hari bekerja di bagian 'house keeping' kapal mengatakan terakhir kali ia merapat dan turun ke darat sekitar tanggal 10 Maret 2020.
Artinya, sudah hampir dua bulan ia berada di tengah lautan dan penantiannya belum berakhir.
Ia mengatakan rencana untuk dipulangkan dengan pesawat dari San Pedro juga gagal.
"Tapi akhirnya pihak perusahaan sudah mengumumkan akan memulangkan kami dengan menggunakan kapal pesiar yang ada," ia menjelaskan.
Saat ini di San Pedro ada empat kapal pesiar di bawah satu perusahaan yang bernasib sama. Kapal-kapal inilah yang akhirnya akan digunakan untuk membawa pulang kru kapal ke beberapa negara.
Kapal yang sekarang ditumpanginya, menurut Sonata, akan digunakan untuk mengantarkan pulang seluruh kru kapal asal negara asalnya masing-masing.
"Selain ke Filipina, kapal pesiar yang ada akan bertolak ke Afrika dan Indonesia," kata Sonata.
Pihak perusahaan menjanjikan, semua kru kapal akan tiba di negara masing-masing paling lambat tanggal 7 Juni 2020.
Meski masih harus bersabar, Sonata bersyukur kondisinya dan teman-temannya masih sehat.
"Setelah masa COVID-19 itu, di sini pencegahannya jadi lebih ketat. Suhu naik sedikit atau ada gejala batuk sedikit, langsung isolasi sendiri," ujar Sonata.
Ia juga tetap menjalankan ibadah puasa.
"Alhamdulillah, puasa. Di sini untungnya banyak kru asal Indonesia, pengurus masjidnya juga orang Indonesia," tutur Sonata.
Ia mengaku kedekatannya dengan kru asal Indonesia lainnya sedikit mengobati kerinduannya pada Indonesia di masa-masa pandemi.
Sonata juga tidak khawatir akan kehilangan pekerjaannya, karena pihak perusahaan telah meyakinkan akan tetap mempekerjakannya setelah kondisi kembali normal.
"Istilahnya, kami masih tetap pegawai. Tapi karena nggak melaut, ya nggak digaji. Nanti setelah dipulangkan, bisa dipanggil kerja lagi kalau kondisi [sudah] normal," katanya yang baru mulai bekerja di kapal pesiar Desember 2019 lalu.
Awal April lalu, seperlima dari 1.040 awak kapal Ruby Princess yang bersandar di New South Wales, Australia diketahui menunjukkan gejala tertular virus corona.
Di Australia 11 kematian dan 600 kasus positif COVID-19 diketahui memiliki kaitan dengan kapal pesiar, sehingga menjadi sumber penularan virus corona yang terbesar di Australia.