“Kami benar-benar bolak-balik ganti baju pengaman, pakai lagi, periksa pasien, lepas lagi, kalau pun hanya untuk memberi minum pasien. Kami ganti alat pelindung diri bolak-balik demi keamanan kami dan pasien. Mungkin letihnya di situ. Bahkan kami bekerja tanpa istirahat,” pungkasnya.
Ketika para kru di rumah sakit tahu pandemi corona sudah sampai di Bonn, Jerman, banyak operasi kemudian ditunda.
“Kami hanya berkonsentrasi menangani yang mengalami gawat darurat dan positif corona. Operasi yang bisa ditunda, kami tunda. Tidak ada diagnosis yang terencana, semua mengalami penundaan,“ tutur Marintan yang berasal dari Desa Girsang di Parapat, Sumatera Utara dan sudah lebih dari satu dekade menjadi perawat di Jerman.
Menjadi petugas medis di saat wabah mengganas bagi sebagian petugas medis berarti mempertaruhkan nyawa.
Baca Juga: Madonna Ngaku Punya Antibodi Corona, Tak Sabar Mau Keluar Rumah
Seorang dokter Indonesia yang bertugas di di rumah sakit Bernwart, Jerman bercerita bahwa ketika dirinya sedang bekerja di Unit Gawat Darurat di mana pasien datang dengan status tidak jelas, ia merasa risikonya lebih besar, apalagi tidak semua pasien datang dengan gejala yang klasik seperti demam, batuk atau apa yang khas disebut sebagai simtom covid-19.
“Dan jika kita tidak bertanya ke arah sana, misalnya kontak dengan orang yang positif COVID-19, maka tingkat kesulitannya besar. Tapi kalau sudah masuk ke stasiun COVID-19 malah saya jadi tahu sedang berhadapan dengan apa, jauh lebih gampang, karena kita bisa siapkan diri dengan alat pelindung diri yang lengkap, seperti hazmat, masker,“ papar Irwanto yang telah menjadi dokter di Jerman sejak tahun 2012. Saat diwawancarai DW di malam hari, ia baru saja pulang lembur.
Sementara itu Dokter Debi Frina Simanjuntak sempat mengalami gejala-gejala seperti yang dialami pasien COVID-19 pada umumnya, namun karena tidak menjalani pengetesan, ia mengaku tidak tahu apakah dirinya positif COVID-19 atau tidak, hingga akhirnya penyakitnya sembuh.
“Saat corona belum marak di Jerman, masih di bulan Januari, saya mengalami influenza, batuk, sesak nafas, lebih parah dari sebelumnya. Saya dua kali minta tes ke dokter umum tapi ditolak. Tapi kalau sekarang pasien datang dalam kondisi itu tentu langsung dites corona,“ pungkasnya.
Menjaga kehati-hatian dalam menghadapi wabah ini, menjadi pesan yang disampaikan Debi Frina. Hal serupa diingatkan juga oleh Irwanto Sudaryo. Meski corona nanti mereda, masyarakat disarankan untuk tidak lengah.
Baca Juga: Kisah Abdullah Faqih, Jadi Korban Wabah Virus Corona di Makam Wakil Allah
“Ketika melewati puncak wabah, yang penting tetap jaga jarak fisik satu sama lain dan menggunaan masker. Dengan menggunakan masker, maka risiko tertular lebih rendah daripada yang tidak menggunakannya, serta lebih aman untuk tidak keluar rumah dulu, meskipun wabah mereda,“ tandas Irwanto.