Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meyakini teror air keras terhadap dirinya, berkaitan dengan sejumlah kasus mega korupsi yang sedang ditanganinya. Saat persidangan, Novel meragukan pengakuan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette yang mengaku menyiramkan air keras karena memiliki dendam pribadi kepadanya karena dianggap sebagai pengkhianat.
Terlebih menurut Novel, sebelum teror penyiraman air keras itu terjadi, terlebih dahulu dirinya mendapat pengintaian yang melibatkan orang banyak.
"Saya yakini ada (keterkaitannya dengan kasus korupsi) dan tidak mungkin terkait dengan hal pribadi dengan saya. Karena ini melibatkan orang banyak, proses pengamatan, pengintaian dan eksekutor," kata Novel saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (30/4/2020).
Novel lantas mengemukakan, keyakinannya diperkuat dengan hasil investigasi yang dilakukan Komnas HAM. Dari hasil investigasi tersebut, Komnas HAM menyebut kasus teror penyiraman air keras terhadap Novel yang terjadi pada 11 April 2017 merupakan aksi yang terorganisir.
Baca Juga: Jenguk Novel Pasca Teror Air Keras, Iwan Bule Sebut Nama-nama Jenderal
"Dan ini didukung laporan Komnas HAM yang mengatakan bahwa kasus saya dilakukan teroganisir dan proaktif" ujar Novel.
Majelis Hakim pun sempat menanyakan sejumlah kasus korupsi yang tengah ditangani KPK sebelum terjadinya teror penyiraman air keras. Novel pun menyebutkan beberapa kasus, diantaranya kasus suap Basuki Hariman terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar.
Diketahui, dalam kasus tersebut sempat mendapat perhatian publik lantaran salah satu bukti berupa catatan transaksi keuangan Basuki Hariman atau dikenal dengan istilah 'buku merah' terdapat aliran dana kepada sejumlah pejabat salah satunya diduga mengalir kepada Tito Karnavian saat menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Kapolri.
Dalam 'buku merah' itu, setidaknya tercatat ada dugaan sembilan kali transaksi aliran uang kepada Tito dengan total senilai Rp 8,1 miliar.
"Saat itu ada sedikit kehebohan pemberian sejumlah uang kepada yang diduga oknum-oknum penegak hukum, dan ini kemudian jadi pembicaraan bahkan ada penyidik dan penyelidik di KPK yang sengaja dikirimkan oleh seorang petinggi-petinggi kepolisan," ungkap Novel.
Baca Juga: Novel Baswedan Keberatan Terdakwa Disebut Menyiram Matanya dengan Air Aki
"Dan itu banyak dikatakan bahwa saya mengkoordinasikan tiga satgas untuk mentarget petinggi-petinggi Polri, padahal saya nggak lakukan penanganan itu," imbuhnya.
Selain itu, Novel juga menyingung soal kasus mega korupsi e-KTP yang melibatkan eks Ketua DPR RI Setya Novanto. Novel mengemukakan, sebelum teror penyiraman air keras itu terjadi, dirinya tengah mempersiapkan melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.
"Selain itu saya tangani beberapa perkara diantaranya terkait e-KTP yang saat itu inisial SN dan saat itu saya terkait pidana penyelewengan uang, saya sampaikan ke BPK saat itu dan cerita-cerita itu bocor ke luar. Saya nggak tahu gimana prosesnya bisa sampai diketahui orang-orang di luar KPK," ucap Novel.
Sebagaimana diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa dua anggota aktif Brimob Polri yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette telah melakukan penganiyaan berat secara bersama-sama dan direncanakan kepada Novel dengan menyiramkan cairan asam sulfat H2SO4.
Akibat perbuatan terdakwa, kekinian kedua mata Novel mengalami luka berat hingga berpotensi mengalami kebutaan.
Atas perbuatannya Ronny dan Rahmat pun didakwa dengan Pasal 355 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 351 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.