Ia juga melakukan perlawanan kepada VOC dengan bekerja sama bersama Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon.
Seusai wafatnya Sultan Agung, tahta kerajaan diserahkan kepada Amangkurat I. Di masa ini, lokasi keraton dipindahkan ke Plered. Selain itu, gelar sultan pun diganti menjadi sunan.
Jika Sultan Agung sangat anti-VOC, Amangkurat I justru berteman dengan VOC. Hal ini menyebabkan perpecahan dalam Kerajaan Mataram Islam.
Keraton kemudian dipindahkan lagi ke Kartasura.
Baca Juga: Pasar Modal Baru Bisa Bangkit Jika Corona Hilang dari Tanah Air
Jika diurutkan, pengganti Amangkurat I adalah Amangkurat II, lalu Amangkurat III, kemudian Pakubuwana I, Amangkurat IV, dan Pakubuwana II.
Menurut Ki Sabdacarakatama dalam bukunya Sejarah Keraton Yogyakarta, perpecahan karena VOC masih terjadi hingga Pakubuwana III naik tahta. Pada masa ini, wilayah Mataram dibagi menjadi Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta pada tahun 1755.
Pembagian wilayah ini tertuang dalam pejanjian Giyanti. Nama ini diambil dari lokasi penandatanganan di Giyanti sebelah daerah Salatiga. Dari sini lah bagaimana kerajaan Mataram Islam mengalami keruntuhannya.