"Warga miskin kota, yang satu rumah itu terdiri dari beberapa KK. Akibatnya rumah itu sangat padat dan dia di dalam rumah semuanya. Jika ada satu [orang positif virus corona], atau carrier [virus corona] dari luar, itu akan menyulitkan sekali," kata Amalinda.
"Dari sisi kebijakan itu memungkinkan di kelompok keluarga yang sangat nuclear, yang satu rumah terdiri dari satu keluarga, orang tua dan anak-anaknya, sementara di warga miskin itu susah dilakukan."
Sebelum diberlakukan, pemerintah sebaiknya berkonsultasi soal imbauan dan aturan untuk mengurangi penyebaran penyakit Covid-19 di daerah padat penduduk dengan warga setempat yang tahu apa kebutuhan dan solusi yang sesuai bagi wilayahnya.
"Banyak aturan, seperti social distancing, dan imbauan yang dikeluarkan oleh pemerintah sulit terlaksana di beberapa tempat, sehingga pemerintah sebaiknya tidak hanya memakai satu pendekatan untuk diimplementasikan di semua wilayah," kata Annie Wilkinson, periset di Institute of Development Studies, sebuah organisasi riset masalah pembangunan dari Inggris.
Baca Juga: Nasib Pedagang Keliling Saat PSBB, Bawa Pulang Rp 20 Ribu untuk Keluarganya
"Untuk wilayah padat penduduk, pemerintah sebaiknya memakai pengetahuan warga yang tinggal di sana untuk mempelajari bagaimana mereka memakai wilayahnya, apa kebutuhan dasar yang dibutuhkan, kelompok warga mana saja yang rentan."
"Mungkin solusi yang dicapai tidak sempurna, dan tidak seperti di negara lain, tapi hal itu masih berguna untuk mengurangi kontak antarwarga."
Menurut pengamat sosial, pandemi virus corona ini semakin memperlihatkan ketimpangan ekonomi antara warga kaya dan warga miskin, tidak hanya di Jakarta, namun juga di berbagai kota di dunia.
"Support system harus diberikan juga [di tengah PSBB], misalnya ketersediaan air bersih untuk cuci tangan, lalu dukungan bagi kelompok informal yang [ekonominya] akan terhajar habis dengan kebijakan tinggal di rumah, artinya biaya hidup mereka sehari-hari harus di back-up dan diganti oleh pemerintah," kata Amalinda.
"Ada persyaratan-persyaratan untuk social distancing. Selain berada di rumah, berarti [mereka] tidak kerja, artinya [pendapatan mereka] harus diganti, lalu soal akses sanitasinya, perlu dipikirkan bagaimana akses tersebut memasuki warga atau kampung-kampung di Jakarta. Kalau tidak, itu cuma policy yang tidak terlalu menyelesaikan [masalah]."
Baca Juga: Waria Jakarta Tak Dapat Bantuan PSBB, Enggan Protes karena Takut Dicibir
Menanggapi hal ini, Menteri Sosial Juliari Batubara, mengakui bahwa tidak semua orang bisa menerapkan social distancing dengan disiplin, terutama di tempat padat penduduk seperti di Tambora.