Suara.com - Sesampainya di Gang Gloria, Jalan Pintu Besar Selatan III, Glodok, Jakarta Barat, saya kebingungan. Mata saya mencoba cermat mencari pelang nama bertuliskan 'Ko Tang' --pangkas rambut yang berdiri sejak 1936.
Seorang pria paruh baya tampak berdiri di ujung gang. Saya mencoba mendekat, berharap beliau sudi menunjukkan jalan ke tempat pangkas rambut tersebut.
"Pak, tahu pangkas rambut Ko Tang?", tanya saya seusai membuka masker.
"Ko Tang?" sahut dia.
Baca Juga: Maling Masker hingga Mi Instan, Agus Babak Belur Diamuk Orang Sekampung
Pria tersebut berjalan di depan sepeda motor saya, dari muka gang lokasi Pangkas Rambut 'Ko Tang' hanya berjarak kurang lebih 200 meter. Pangkas rambut legendaris tersebut terletak di sebelah kedai masakan ala Tionghoa.
Kalangan elite di tanah air seperti Presiden Joko Widodo hingga Sandiaga Uno kerap mampir untuk memotong rambut di pangkas rambut 'Ko Tang'.
Sampai di lokasi, sudah berdiri Pi Cis (57), salah satu juru pangkas rambut di 'Ko Tang'. Konon katanya, dia sudah 37 tahun memangkas rambut setiap pengunjung yang datang.
Rupanya, tulisan 'Ko Tang' terpampang di kaca depan sebelah kiri dan kanan. Pada bagian tengah kaca itu, terdapat pintu masuk ke dalam area pangkas rambut.
Saya langsung bergegas menuju bangku cukur, di depan sebuah cermin agak besar --seperti layaknya interior tempat pangkas rambut umumnya. Sementara, Pi Cis menyiapkan alat tempurnya: gunting, sisir, penyemprot rambut, dan celemek penampung rambut yang berjatuhan saat dipangkas.
Baca Juga: Pamer Penis ke Istri Orang, Perut Hendro Ditusuk-tusuk, Darah Bercucuran
"Mau model apa?" kata Pi Cis dengan suara samar akibat terhalau masker yang dia kenakan.
Penggunaan masker menjadi hal yang wajib ditengah pandemi Covid-19 yang mewabah di Tanah Air. Pemerintah sebelumnya hanya mewajibkan hanya orang sakit yang menggunakan masker.
Seiring berjalannya waktu --bahkan angka kasus positif dan meninggal akibat Covid-- penggunaan masker menjadi hal yang wajib.
Tanpa pikir panjang, saya jawab model rambut yang saya kehendaki: memangkas bagian belakang rambut sedikit dan meratakan bagian poni. Permintaan itu langsung disanggupi oleh Pi Cih.
Menjelang pukul 12.30 WIB, baru dua pelanggan yang mampir ke 'Ko Tang'. Pelanggan pertama datang pagi tadi sekitar pukul 09.00 WIB. Pelanggan kedua adalah saya, yang duduk di bangku cukur dengan permintaan model rambut poni ala tokoh kartun "Dora the Explorer".
Pi Cih mengaku, pelanggan yang datang ke 'Ko Tang' menurun. Sejak Provinsi DKI Jakarta menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), orang yang mampir untuk cukur rambut hanya berkisar dua hingga tiga orang.
Diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan resmi memperpanjang masa PSBB yang sebenarnya berakhir pada 23 April pukul 00.00 WIB. Sebelumnya, PSBB resmi diberlakukan pada 10 April 2020 selama 28 hari, yakni sampai 22 Mei 2020.
"Ya, untuk masalah PSBB saya gak berani ngomong. Takut salah ngomong, paling kamu mau tanya soal pengunjung yang datang kan?" kata Pi Cih sambil merapikan poni saya.
Pi Cis rupanya enggan di wawancara ihwal dampak kebijakan PSBB terhadap bisnis pangkas rambut. Dengan santun, dia meminta maaf menolak tawaran saya untuk melakukan wawancara seusai cukur rambut.
Alasan Pi Cis cukup masuk akal, sebagai juru pangkas rambut dia cuma takut salah bicara. Pasalnya, masih ada sosok yang pangkatnya lebih tinggi, yakni sang empu pangkas rambut 'Ko Tang'.
Pada satu sisi, saya beranikan diri untuk memangkas rambut dalam kondisi semacam ini, di mana physicial distancing harus dikedepankan. Saya beranggapan, dengan memangkas rambut, saya bisa mengorek informasi lebih dalam terkait seluk beluk 'Ko Tang' ditengah pandemi Covid-19.
"Kalau untuk wawancara soal PSBB jangan lah. Saya gak berani. Gak enak sama yang punya. Nah, kamu kan sudah tahu lokasi ini, balik lagi kalau wabah sudah kelar. Bebas, mau wawancara hingga ambil gambar," kata Pi Cis.
Saya maklum atas penolakan Pi Cih. Tapi, saya tetap mengajak dia tetap melakukan aktivitas percakapan selama pangkas rambut berlangsung.
"Jadi begini lah, kamu tahu sendiri, di dalan ruangan ini cuma kamu yang potong rambut. Tadi pagi ada satu, yang kedua ya situ," sambungnya.
Pi Cih mengaku, semenjak kebijakan PSBB diberlakukan, Pangkas Rambut 'Ko Tang' tutup lebih awal. Terkadang, pada pukul 15.00 WIB Pangkas Rambut 'Ko Tang' sudah tutup.
"Pelanggan sepi, kadang kami tutup jam 3 sore. Mau bagaimana lagi? Sebelum ada wabah, kami bisa tutup jam 4 atau 5 sore," beber Pi Cih.
Untuk tarif, Pangkas Rambut 'Ko Tang' menarik tarif Rp 60 ribu untuk cukur rambut. Sementara, untuk tarif cukur muka dan korek kuping dipatok sebesar Rp. 40 ribu.
Ihwal penghasilan harian, Pi Cih mengatakan tak menentu. Penghasilan Pangkas Rambut 'Ko Tang' , kata dia, tergantung dari banyaknya pelanggan yang datang.
"Kalau penghasilan, saya tidak bisa jawab dengan rinci. Tergantung pelanggan yang datang. Kalau situasi seperti sekarang (PSBB), ya kamu bisa takar sendiri," tutup Pi Cih sambil menyisir rambut saya.
Kegiatan pangkas rambut sudah berakhir. Pi Cih mengelap muka saya dengan handuk kecil yang sebelumnya direndam air hangat. Selanjutnya, dia menyodorkan sisir kepada saya.
Pi Cih kembali buka suara dengan kata-kata yang sebelumnya diucapkan. "Kalau wabah sudah beres, kamu balik lagi kesini. Bebas, mau wawancara apa saja. Tapi untuk sekarang, saya tidak berani"
Saya langsung bergegas menuju meja kasir. Saya sodorkan uang Rp 100 ribu dan sang kasir mengembalikan pecahan Rp 20 ribu sebanyak dua lembar.
Senada dengan penolakan Pi Cih, saya juga urungkan niat memotret kegiatan di dalam Pangkas Rambut 'Ko Tang'. Namun, saya sempat memotret bagian depan Pangkas Rambut 'Ko Tang' saat menyela sepeda motor.