Suara.com - Di tengah pandemi corona Covid-19 yang masih berjalan, pengalaman merawat dan berinteraksi dengan pasien corona jadi catatan menarik tersendiri.
Kali ini misalnya, Dr John Wright yang bertugas di Rumah Sakit Bradford Royal Infirmary bercerita kepada BBC mengenai pengalamannya selama merawat para pasien Covid-19. Salah satunya adalah kisah sepasang suami-istri yang terpapar virus corona dan perjuangan mereka untuk pulih.
Ketika sepasang suami-istri berusia 60-an tahun itu dibawa ambulans ke rumah sakit, keduanya berada dalam kondisi memprihatinkan. Kadar oksigen mereka sangat rendah.
Sang suami, Michael David Blessington, 68, baru-baru ini didiagnosa mengidap kanker paru-paru. Adapun sang istri, Mary Elizabeth Blessington, setahun lebih muda dari suaminya, mengidap asma yang parah.
Baca Juga: Peneliti Temukan Peluang Hidup Pasien Corona Covid-19 yang Pakai Ventilator
Situasi Michael cukup buruk sehingga para staf bertanya kepadanya apakah dia ingin diresusitasi jika tiba-tiba terjadi krisis.
"Awalnya saya berkata, 'Jika kondisi saya memburuk dan tiada jalan keluar, maka silakan saja…" ungkap Michael.
"Namun ketika saya berbicara dengan Mary, dia berkata, 'Kamu jangan katakan itu', kemudian saya berubah pikiran," imbuhnya.
Mary menimpali, "Saya katakan kepadanya bahwa jangan tinggalkan saya begitu cepat."
Kepedihan dan mimpi buruk perawat ketika harus mematikan ventilator pasien Covid-19 Perawat meninggal akibat Covid-19 saat mengandung, bayinya berhasil diselamatkan Perawat yang meninggal akibat Covid-19, 'Saya hidup, mati untuk orang yang saya sayangi' Sebelum keduanya wafat, pasutri ini bergandengan untuk terakhir kali
Baca Juga: Beredar Video Penampakan Lendir Diduga Pasien Corona, Benarkah?
Michael dibawa ke ruang 29, sedangkan Mary ke ruang 23. Hal ini membuat kesal putra tertua mereka, Craig, yang kemudian menghubungi pihak rumah sakit berulang kali guna meminta agar orang tuanya ditempatkan bersebelahan.
Dia paham bahwa ibunya akan sangat mengkhawatirkan ayahnya, dan begitu sebaliknya.
"Mereka belum terpisah sejak mereka berusia 13 tahun," kata Craig.
"Mereka sama-sama bersekolah di Rhodesway School dan mulai berpacaran ketika kepala ibu terkena bola kasti. Ayah melompat keluar jendela sekolah untuk melihat kondisi ibu."
"Mereka akan berbuat apapun untuk satu sama lain, mereka selalu bersama. Saat liburan, ayah memancing kemudian ibu duduk di sebelahnya dan membaca. Tubuh ayah penuh tato dan dia adalah sosok yang berkarakter, namun hubungan mereka unik."
Pihak rumah sakit menyanggupi permintaan Craig. Mary ditempatkan di ranjang sebelah Michael, di ruang 29.
"Mereka masuk rumah sakit pada hari Sabtu [11 April] dan pada hari Kamis kami mengirim telepon seluler ke ayah. Saya menghubungi layanan informasi kerabat dan mereka membantu kami. Ketika ayah menerima telepon, kami menghubunginya. Hal pertama yang dia katakan adalah 'Saya bersama ibumu'," kata Craig.
"Kami pikir itu adalah titik balik untuk ayah. Dia begitu sakit, kami pikir dia akan meninggal. Dia abu-abu, tidak bisa bernapas, dan memburuk. Saat mereka memindahkan ibu untuk bersamanya, itulah titik baliknya. Anda bisa melihatnya dari sana, yang pasti untuk ayah."
Catatan dari garis depan
Prof John Wright adalah seorang dokter dan ahli epidemiologi yang menjabat sebagai direktur Institut Riset kesehatan Bradford, Inggris.
Dia pernah menangani kasus-kasus kolera, HIV, dan epidemi ebola di sub-Sahara Africa.
Di tengah wabah virus corona, Prof Wright menulis catatan pengalamannya untuk BBC News dan merekam kejadian-kejadian di rumah sakit untuk BBC Radio 4.
Michael dan Mary mengaku sempat takut bahwa yang terburuk akan terjadi.
"Tidak enak sama sekali, saya pikir saya akan meninggal. Pada malam pertama saya meminta para dokter memberi suntikan dan membiarkan saya meninggal," kata Mary.
"Betul-betul mengerikan. Saya sudah pernah melahirkan dan mengalami beberapa serangan asma parah, namun tidak ada yang seperti itu."
"Dan berada di ruang perawatan menakutkan. Semua staf memakai baju pelindung diri dan tidak bisa melihat orang. Mereka berlarian di lorong ketika seseorang merosot kondisinya, dan ada orang-orang sekarat. Kami kadang-kadang merasa, 'Apa yang akan terjadi pada kami?'"
Kami semakin pandai merayakan para penyintas —setiap pasien yang meninggalkan ruang perawatan adalah kemenangan. Namun, kegembiraan tersebut tidak bisa menutupi tragedi dari pasien-pasien yang meninggal dunia dalam jumlah yang belum pernah kita lihat sebelumnya.
Michael adalah salah satu pemenang dan saya harap Mary juga akan segera menjadi pemenang.
Melihat mereka berdampingan dan terlihat membaik sangat mengharukan karena penyakit mereka muncul setelah sejumlah masalah lain, seperti Michael yang didiagnosa mengidap kanker paru-paru dan kematian anak mereka, Paul, yang begitu mendadak pada Februari lalu.
Anda bisa menilai kondisi kesehatan Michael saat ini dari cuplikan percakapan kami ini.
Michael: Saya ingin double bed.
Saya: Double bed di rumah sakit… kami harus mencoba mengajukan permintaan khusus. Apakah kami punya kamar bulan madu?
Michael: Ya, kami belum pernah merasakan bulan madu.
Mary: Kamu tidak akan punya energi!
Michael: Jangan tes saya ya!
Jelas bahwa mereka mengangkat semangat satu sama lain. Kami menantikan hari ketika Mary, seperti Michael, cukup sehat untuk dipulangkan dan mereka bisa pergi bersama.
Michael mengatakan ingin sarapan khas Inggris dan Mary ingin ikan dan kentang goreng.
Mereka bakal merayakan ulang tahun pernikahan ke-48, September mendatang.
"Kami dirawat dengan begitu baik di sini —namun kami ingin pulang ke rumah, bersama. Itu yang kami nantikan sekarang," pungkas Michael.
Ikuti @docjohnwright di Twitter