Suara.com - Maureen Akinyi merupakan satu di antara ratusan ribu relawan Palang Merah yang kini berupaya membantu memberikan edukasi soal virus corona ke masyarakat.
Turun ke jalanan Nairobi, bertemu para warga dan mengabarkan infromasi yang benar soal Covid-19 merupakan kegiatan sehari-hari Akinyi, sebagai mana dilansir dari laman Al Jazeera.
Meski angka kematian tinggi akibat pandemi ini, tak lantas menyurutkan niat Akinyi untuk bersua dengan para warga, mendemostrasikan cara cuci tangan yang benar, hingga penjelasan soal physical distancing.
Dibantu seorang rekan yang punya keahlian menggunakan bahasa isyarat, dirinya juga menyambangi mereka yang mempunya keterbatasan pendengaran, guna memberikan pesan kesehatan terkait virus corona.
Baca Juga: Bikin Geger Warga Tanjung Priok, Ternyata Nasi Anjing Isinya Halal
"Saya senang melakukan sesuatu untuk masyarakat. Secara finansial saya tidak bisa, tetapi saya bisa memberikan pelayanan," kata Akinyi.
Senada dengan Akinyi, Dorothy Anjuri, koordinator Palang Merah Kenya bagian respon psikososial juga terjun langsung untuk memberikan fakta terkait wabah ini kepada masyarakat.
Anjuri menyebut, masyarakat Kenya masih memiliki perhatian yang kurang terkait penyakit Covid-19.
"Menurut saya, masyarakat tidak menyadari bahwa penyakitnya dekat dengan mereka," kata Anjuri.
"Kami kenal orang-orang di permukiman yang berpikir penyakit ini bukan untuk orang-orang di Kenya," lanjut dia.
Baca Juga: Ibu dan Dua Anaknya Positif Corona Berpelukan di Ambulans, Tertular Ayah
Banyak informasi salah soal Covid-19 yang beredar dan berkembang di masyarakat Kenya. Misalnya, klaim bahwa virus tersebut hanya akan menginfeksi orang kaya, orang kulit hitam tak akan bisa terjangkit, atau informasi soal virus corona yang bisa dicegah dengan minum alkohol.
Selain pesan kesehatan soal cuci tangan dan physical distancing, masyarakat juga perlu mendapatkan edukasi soal informasi-informasi yang salah dan palsu.
Selain berkembang secara mulut ke mulut di masyarakat, informasi salah dan hoaks terkait Covid-19 juga berkembang subur di media sosial.
Pemimpin gerakan digital #Defyhatenow, Nelson Kwaje, bersama timnya kini berfokus menghalau infromasi palsu yang tersebar di media sosial, seperti soal 'ramuan' penangkal virus Covid-19 yang berasal dari air rebusan lemon dan bawang atau minum teh tanpa gula.
"Kami ingin meluruskan informasi yang salah, sekaligus melatih warganet supaya lebih cerdas mendeteksi hoaks, serta berpikir kritas dengan mempertanyakan berbagai hal," kata Kwaje.
Kekerasan berbasis gender
Pandemi virus corona juga membawa imbas dari sisi kasus kekerasan berbasis gender. Disebutkan, karantina wilayah hingga pembatasan jam malam di Kenya membuat angka kasus kekerasan mengalami lonjakan selama wabah Covid-19.
Direktur Eksekutif di Pusat Pemulihan Kekerasan Gender (GVRC) Alberta Wambua, mengatakan ada 363 kasus kekersasan berbasis gender baru yang terjadi di Maret. Angka ini mengalami kenaikan daeri 290 kasus di bulan Januari.
"Kami ragu bahwa para korban telah dapat mengakses perawatan medis," kata Wambua.
Beberapa kekerasan. sambung Wambua, terjadi akibat adanya permasalahan yang berakar pada tekanan ekonomi, seperti kehilangan pekerjaan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari karena adanya wabah pandemi ini.
Hingga Sabtu (26/4), menurut perhitungan Universitas Johs Hopkins, Kenya memiliki 336 kasus virus corona, dengan 14 kasus kematian dan 94 pemulihan.
Untuk menekan sebaran wabah pandemi virus corona, pemerintah Kenya telah menerapkan kebijakan seperti menutup akses keluar masuk negara, melarang perkumpulan, dan memberlakukan jam malam seacar nasional mulai dari pukul 7 malam hingga 5 pagi.