Suara.com - Sentimen anti Afrika menyeruak di tengah pandemi virus Corona, tepatnya di kota Guangzhou, China, sebagaimana dilaporkan Aljazeera, Minggu (26/4/2020).
Kota Guangzhou kian lekat dengan tindak rasial dan sentimen setelah munculnya anggapan bahwa orang Afrika merupakan pembawa virus corona dan perlu dikarantina.
Tindakan rasial terhadap orang-orang Afrika di Guangzhou, dituturkan Lewis (bukan nama sebenarnya), seorang mahasiswa kedokteran yang telah empat tahun menetap di China.
Lewis yang kini bekerja di salah satu rumah sakit di Guangzhou, diminta pihak berwenang setempat untuk mengkarantina diri sesuai instruksi dari pemerintah China.
Baca Juga: Di Tengah Pandemi COVID-19, Flu Babi Afrika Menyebar di Papua Nugini
Mahasiswa berusia 23 tahun itu dituduh baru kembali ke China, dan dikhawatirkan telah berkontak dengan pengidap Covid-19.
Lewis merasa heran dengan tuduhan itu. Dia menyebut belum sekalipun meninggalkan Guangzhou selama wabah Covid-19 muncul di China.
"Apakah hanya karena aku orang Afrika?," keluh Lewis perihal perlakukan rasial yang diterimanya, sebagaimana dilansir dari Aljazeera, Minggu (26/4/2020).
"Maka dari itu, saya tidak mau dikarantina," tambah Lewis yang menjelaskan keluh kesahnya dengan bahasa China.
Perlakuan tak mengenakan itu tak hanya dirasakan Lewis seorang. Dilansir Global Times, kota Guangzhou telah menjalankan prosedur tes Covid-19 dan karantina berdasarkan ras.
Baca Juga: Kasus Terus Meningkat, Mampukah Afrika Tangani Covid-19?
Kebijakan itu berlangsung tak lama setelah empat dari lima orang Nigeria dinyatakan positif virus Corona, setelah menjalani karantina.
Sentimen anti Afrika muncul begitu deras di Guangzhou setelah foto-foto yang beredar di media sosial memperlihatkan sebuah gedung apartemen dan McDonalds setempat menulis tanda larangan masuk bagi orang Afrika.
Kondisi itu memicu protes dari para pemimpin negara Afrika. Mereka menuntut China untuk menjawab perlakuan rasial yang terjadi di Guangzhou.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian telah menolak anggapan tersebut. Dia mengatakan bahwa China senantiasa memperlakukan seluruh orang layaknya warga negara sendiri.
Sementara itu, Efem Ubi, seorang peneliti senior di Institut Urusan Internasional Nigeria, memaparkan bahwa tindak rasial terhadap orang Afrika di China bukanlah barang baru.
"Ini bukan hanya baru, ini selalu ada di sana," kata Ubi, yang mengaku sempat tinggal di China beberapa waktu.