Imbas Corona, Backpacker di Australia Diusir dan Dilempari Batu

Jum'at, 24 April 2020 | 03:30 WIB
Imbas Corona, Backpacker di Australia Diusir dan Dilempari Batu
Ilustrasi Backpacker. (Pixabay.com/Pexels/9152 foto)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekelompok backpacker yang tinggal di Loxton, wilayah regional Australia Selatan telah mendapatkan perilaku diskrimnasi dari warga setempat karena wabah pandemi virus corona.

Melansir dari laman ABC, warga yang merasa terancam, nekat melakukan hal-hal yang menjurus ke kekerasan yakni dengan melempar batu, hingga menuliskan kata "pulang" di tempat sampah asrama para backpacker.

Serangkaian hal tak bertanggung jawab ini dilakukan para warga dengan tujuan supaya para backpacker segera angkat kaki dari wilayah tersebut.

Backpacker asal Inggris, Roan Hodgson yang tinggal di Harvest Trail Lodge, Kota SA Loxton, mengaku telah mengalami serangkaian tindakan diskriminasi.

Baca Juga: Ratusan Orang di Sleman Tetap Gelar Padusan di Tengah Pandemi Virus Corona

"Satu-satunya tempat yang bisa untuk kita nongkrong selain kamar, adalah balkon," kata Hodgson.

"Dalam beberapa malam terakhir, ada beberapa orang yang melewati tempat tinggal kami sambil berteriak 'pulang'. Lalu di malam selanjutnya, ada orang yang melemparkan batu ke kami," sambungnya.

"Kami telah berkerja di sini selama berbulan-bulan, perilaku ini menurutku sangatlah konyol," lanjutnya.

Beberapa Backpacker Terkena Diskriminasi di Australia karena Wabah Covid-19. (ABC News: Anita Ward)
Beberapa Backpacker Terkena Diskriminasi di Australia karena Wabah Covid-19. (ABC News: Anita Ward)

Backpacker asal Jerman, Kristina Welters mengatakan kejadian ini menjadi mimpi buruk bagi mereka yang ingin menyambangi Australia.

"Kami bekerja di Jerman untuk bisa ke sini, dan saya kira kami semua pasti ingin mendapatkan kenangan yang baik selama di sini, bukan malah kena tindakan rasis setiap hari ini," kata Welters.

Baca Juga: Daftar Pesawat yang Boleh Terbang Selama Larangan Mudik Lebaran

Manajer hostel Bronnie Allen, mengatakan bawah backpacker dipandang sebagai ancaman oleh warga lokal.

Menteri Urusann Industri Utama dan Pembangunan Regional Austrasli Selatan Tim Whestoner mengatakan, "tindakan rasis terhadap backpacker atau siapapun, adalah tindakan yanhg tidak dapat diterima."

"Para backpacker adalah bagian penting dalam ekonomi lokasl, tindakan diskriminasi terhadap mereka tidak akan dibiarkan terjadi, sambung Whestoner.

Terkait hal ini, pemilik beberapa hostel di Barrosa Valley dan McLaren Vale, Derry Geber, membeberkan bahwa warga lokal merasa terancam dengan warga asing sejak adanya kasus positif Covid-19 yang berasal dari dua kelompok turis asal Amerika Serikat dan Swiss.

"Beberapa warga lokal menghubungi polisi guna adanya pengecekan apakah di hostel kami menerapkan social distancing," kata Derry.

'Terjebak' di Australia

Semenjak wabah pandemi yang membuat ditutupnya perbatasan hingga larangan bepergian dan harga tiket pesawat yang meroket, membuat banyak backpacker di Australia tak bisa kembali ke negara asal mereka.

Selain tak bisa pulang, beberapa backpacker juag harus kehilangan pekerjaan lantaran stigma buruk warga asing soal virus corona.

Backpacker asal Skotlandia, Darren Stewart mengaku tak bisa pulang lantaran situasi sulit yang harus ia hadapi yakni kehilangan pekerjaan dan biaya tiket pesawat yang mahal.

"Kami terjebak di sini, sementara orang-orang menyuruh kami pulang. Hal ini sangat menyakitkan mengingat kami juga tak punya pilihan," kata Darren.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI