Menteri Urusann Industri Utama dan Pembangunan Regional Austrasli Selatan Tim Whestoner mengatakan, "tindakan rasis terhadap backpacker atau siapapun, adalah tindakan yanhg tidak dapat diterima."
"Para backpacker adalah bagian penting dalam ekonomi lokasl, tindakan diskriminasi terhadap mereka tidak akan dibiarkan terjadi, sambung Whestoner.
Terkait hal ini, pemilik beberapa hostel di Barrosa Valley dan McLaren Vale, Derry Geber, membeberkan bahwa warga lokal merasa terancam dengan warga asing sejak adanya kasus positif Covid-19 yang berasal dari dua kelompok turis asal Amerika Serikat dan Swiss.
"Beberapa warga lokal menghubungi polisi guna adanya pengecekan apakah di hostel kami menerapkan social distancing," kata Derry.
Baca Juga: Ratusan Orang di Sleman Tetap Gelar Padusan di Tengah Pandemi Virus Corona
'Terjebak' di Australia
Semenjak wabah pandemi yang membuat ditutupnya perbatasan hingga larangan bepergian dan harga tiket pesawat yang meroket, membuat banyak backpacker di Australia tak bisa kembali ke negara asal mereka.
Selain tak bisa pulang, beberapa backpacker juag harus kehilangan pekerjaan lantaran stigma buruk warga asing soal virus corona.
Backpacker asal Skotlandia, Darren Stewart mengaku tak bisa pulang lantaran situasi sulit yang harus ia hadapi yakni kehilangan pekerjaan dan biaya tiket pesawat yang mahal.
"Kami terjebak di sini, sementara orang-orang menyuruh kami pulang. Hal ini sangat menyakitkan mengingat kami juga tak punya pilihan," kata Darren.
Baca Juga: Daftar Pesawat yang Boleh Terbang Selama Larangan Mudik Lebaran