Suara.com - Kamis (23/4/2020), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pandemi virus corona dapat dijadikan alasan bagi beberapa negara untuk melakukan tindakan represif. Tindakan yang menurut Guterres hanyalah akal-akalan demi kepentingan pribadi, yang tidak berkaitan dengan pandemi.
Dengan kata lain, Guterres memperingatkan bahwa wabah corona yang tengah melanda berisiko memicu krisis hak asasi manusia.
"Kita lihat dampaknya yang luar biasa pada beberapa komunitas tertentu, meningkatnya ujaran kebencian, kelompok-kelompok rentan yang jadi sasaran dan risiko tanggapan keamanan yang opresif yang merongrong penanganan kesehatan," kata Guterres.
Laporan PBB menyoroti bagaimana hak-hak asasi manusia mestinya menuntun tanggapan dan pemulihan bagi krisis kesehatan, sosial dan ekonomi yang melanda dunia. Dia menambahkan bahwa karena virus itu tak pandang bulu, dampaknya pun demikian.
Baca Juga: Corona Update 23 April: Tambah 357 Kasus Positif, Total Pasien 7.775 Orang
Laporan PBB itu menyebutkan para migran, pengungsi dan mereka yang tersingkirkan dari kampung halaman merupakan yang paling rentan. Lebih dari 131 negara menutup perbatasan mereka, hanya 30 negara yang membolehkan masuk para pencari suaka.
"Dalam konteks bangkitnya nasionalisme kesukuan, populisme, otoritarianisme dan pukulan balik melawan hak asasi manusia di beberapa negara, krisis ini dapat memberikan alasan untuk melakukan langkah-langkah represif demi tujuan yang tak terkait dengan pandemi. Ini tak bisa diterima," katanya.
Guterres mengimbau setiap pemerintah negara untuk transparan, tanggap dan bertanggung jawab dan menekankan bahwa ruang warga sipil dan kemerdekaan pers itu penting dalam menangani pandemi yang terjadi saat ini.
"Tanggapan terbaik adalah yang menjawab secara proposional ancaman langsung seraya melindungi hak asasi manusia dan aturan hukum," sambung Guterres.
Dengan penutupan bisnis dan ratusan juta orang diminta tinggal di rumah guna memutus mata rantai penyebaran virus corona. Dana Moneter Internasional (IMF) meramalkan dunia akan mengalami kemerosotan paling tajam sejak Depresi Besar 1930-an.
Baca Juga: Pemerintah Tajikistan Desak Petani Tunda Puasa Ramadhan di Tengah Pandemi
"Bersama-sama kita lakukan, jangan pernah kita lupa: Ancamannya adalah virus, bukan manusia," kata Guterres seperti dimuat Antara.