Waspada! Cuaca Sedang Panas-panasnya, Ternyata Ini Penyebabnya

Dany Garjito Suara.Com
Kamis, 23 April 2020 | 12:33 WIB
Waspada! Cuaca Sedang Panas-panasnya, Ternyata Ini Penyebabnya
Cuaca panas bisa merusak kulit wajah bila tak dilindungi dengan tabir surya. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Beberapa hari belakangan cuaca panas melanda sejumlah daerah di Indonesia. Meski berada di dalam rumah, panas matahari masih bisa terasa.

Ternyata suhu udara yang panas antara 33-35 derajat Celcius di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) disebabkan salah satunya oleh posisi matahari yang berada di sekitar utara khatulistiwa dan bergerak semakin ke utara.

“Di bulan April ini posisi matahari berada di sekitar utara khatulistiwa dan bergerak semakin ke utara, oleh karena itu, suhu udara terasa lebih panas daripada biasanya,” kata Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Miming Saepudin yang dihubungi di Jakarta, Rabu, 22 April 2020, seperti dikutip dari Antara -- jaringan Suara.com.

Di samping suhu yang maksimum mencapai 33-35 derajat Celcius, kondisi cuaca cenderung cerah hingga cerah berawan, hujan ringan-sedang terdapat di sekitar Bogor, Depok dan Jakarta bagian selatan. Serta kelembapan minimum di Jabodetabek berkisar 55-72 persen.

Baca Juga: Jalan Tol Layang Jakarta Cikampek Ditutup Mulai 24 April 2020

Selain itu, terdapat pula faktor lain yang meenyebabkan cuaca panas di wilayah Jabodetabek juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca cerah dengan tutupan awan yang minim, sehingga radiasi yang diterima permukaan bumi cukup signifikan karena tidak terhalang awan dan akhirnya akan meningkatkan suhu udara permukaan.

Lebih lanjut Miming menjelaskan, faktor lain yang menyebabkan cuaca panas di wilayah Jabodetabek juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca cerah dengan tutupan awan yang minim, sehingga radiasi yang diterima permukaan bumi cukup signifikan karena tidak terhalang awan dan akhirnya akan meningkatkan suhu udara permukaan.

Kondisi cerah dan pertumbuhan awan yang minim di wilayah Jakarta dan sekitarnya disebabkan karena uap air di atmosfer yang sedikit dan kelembaban udara relatif kering.

Dinamika cuaca tersebut dipicu adanya aliran massa udara kering dari Australia ke wilayah Indonesia bagian selatan. Massa udara kering tersebut lantas menghambat pertumbuhan awan-awan hujan sehingga berdampak secara tidak langsung pada kondisi terik pada siang hari.

Di samping itu, wilayah Jabodetabek saat ini sedang di masa peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau, sehingga potensi cuaca ekstrem juga masih dapat terjadi. Potensi cuaca ekstrem tersebut antara lain hujan lebat yang umumnya berlangsung pada siang dan sore hari, angin puting beliung hingga hujan es.

Baca Juga: PSBB Jakarta Masuk Fase Kedua, Begini Suasana di Stasiun Manggarai

Sebelumnya, BMKG memprediksikan awal musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia mulai berlangsung awal Mei 2020.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI