Hukum Puasa Ramadhan Bagi ODP, PDP dan Pasien Positif Virus Corona

Rabu, 22 April 2020 | 15:50 WIB
Hukum Puasa Ramadhan Bagi ODP, PDP dan Pasien Positif Virus Corona
Petugas medis merawat pasien virus corona di Italia. (Foto: AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Umat muslim di dunia sebentar lagi akan merayakan bulan suci Ramadan di tengah kondisi darurat akibat wabah virus corona atau Covid-19.

Akibatnya, amalan-amalan ibadah yang biasanya di lakukan di bulan suci mengalami penyesuaian. Termasuk mengenai hukum menjalankan puasa wajib saat Ramadan.

Dosen Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), Syarif Hidayatullah menjelaskan bahwa dalam persoalan hukum berpuasa sejatinya perlu dilihat secara berjenjang.

Terlebih, syariat Islam memberikan keringanan hukum (rukhsah) bagi orang-orang dalam kondisi tertentu untuk tidak menjalankan ibadah puasa wajib di bulan Ramadan.

Baca Juga: Triwulan Pertama Penerimaan Pajak Tumbuh Negatif, Pemerintah Waspada

"Bagi orang dalam situasi dan kondisi tertentu seperti musafir (orang dalam perjalanan jauh), manula renta, perempuan haid, wanita hamil, menyusui bayi atau penderita sakit berat secara syariat diperbolehkan untuk tidak berpuasa," ungkap Syarif.

Menurut alumni Dauroh Umraniyah Mesir tersebut, pada prinsipnya ada dua kategori mengenai kewajiban berpuasa bagi muslim dan muslimah.

Pertama, orang yang dalam kondisi normal atau ideal untuk berpuasa. Golongan ini maka diwajibkan berpuasa sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Sementara untuk kategori kedua yakni orang yang dalam kondisi tertentu seperti orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP) maupun pasien positif virus corona..

"Bagi mereka maka dapat diterapkan hukum ruhksah karena adanya uzur syar'i atau halangan yang diperbolehkan syariat Islam untuk tidak melakukan ibadah puasa wajib," sambuhnya.

Baca Juga: Luncurkan iPhone SE 2020, Apple Ajak Pengguna Android Beralih ke iOS

Adapun secara lebih rinci rukhsah diberikan kepada empat kategori, yakni:

1. Sakit ringan (bukan ODP, PDP atau pasien positif virus corona yang masih bisa berwudlu atau bertayamum)

Syarif menerangkan, sejumlah ulama salaf seperti Bukhari, 'Atha, Ibnu Sirrin dan Mazhab Zhahiriah mengklaim orang sakit ringan diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Hal itu disebutkan oleh Sayid Sabiq dalam Kitab Fiqih Sunnah Jilid 2.

Namun, pendapat berbeda disampaikan oleh Imam Syafii seperti tertuang dalam kitab al-Umm jilid 4 hlm. 188

"Bagi seseorang yang bisa menahan sakitnya maka berdosa jika tidak berpuasa," ujar Syarif, mengutip pendapat Imam Syafii.

2. Sakit sedang (ODP yang mengalami demam lebih dari 38 derajat celcius atau gejala medis lainnya)

Orang dalam kategori sakit sedang seperti ini biasanya diperbolehkan bertayamum sebagai pengganti berwudhu. Namun, dianjurkan untuk tidak berpuasa bila kondisi kian memburuk

"Mereka yang mengalami kondisi sakit seperti ini, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan, jika dikhawatirkan sakitnya akan bertambah parah," jelas Syarif.

3. Sakit berat dan rentan (PDP yang mengalami demam lebih dari 38 derajat celcius dan memiliki riwayat demam, ISPA atau pneumonia ringan hingga berat)

Serupa dengan penderita sakit sedang, orang dalam kondisi sakit berat dan rentan dianjurkan untuk tidak berpuasa bila dikhawatirkan akan membahayakan kondisi kesehatan.

4. Sakit tetap (positif terjangkit virus corona atau menderita sakit berat lainnya)

Merujuk pada pendapat Imam Taquyuddin Abi Bakr ibn Muhammad al-Husaini dalam Kitab Kifayatul akhyaar fi hilli ghayath al-Ikhtishar juz 1 hlm. 21, seorang yang mengalami sakit tetap maka diperbolehkan untuk berniat tidak puasa Ramadan.

Kendati bagi mereka yang sakit menentu (rentan), Syarif mengatakan, maka disarankan untuk mencermati perkembangan kondisi tubuh dari waktu ke waktu. Jika memungkinkan berpuasa maka wajib berniat puasa Ramadan, begitu juga sebaliknya.

"Bila keesokan harinya ternyata kondisi menurun sehingga membahayakan keselamatan jiwa, maka wajib membatalkan puasa seperti pendapat al-Ghazali dan al-Jurjani," kata Syarif.

Lebih lanjut, ia menambahkan, meski orang sakit berat boleh tidak menjalankan puasa di bulan Ramadan, namun tetap memiliki kewajiban yakni mengqadla atau mengganti puasa di hari lain. 

"Orang yang membatalkan puasa karena sakit dalam kondisi rentan wajib mengganti puasanya di luar bulan Ramadan saat kondisinya pulih atau sehat kembali, namun tidak ada kaffarat atau fidyah," kata Syarif, memungkasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI