Kelompok Anarko Disebut Kerap Dijadikan Kambing Hitam Sejak Abad 19

Rabu, 22 April 2020 | 12:09 WIB
Kelompok Anarko Disebut Kerap Dijadikan Kambing Hitam Sejak Abad 19
Sebagai ilustrasi: Seorang buruh dari Aliansi Buruh Karawang melakukan aksi vandalisme saat mengikuti aksi Hari Buruh Internasional (May Day) di klawasan By Pass, Karawang, Jawa Barat, Rabu (1/5/2019). [Antara/M Ibnu Chazar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nanan Sudjana sempat menyebutkan kelompok Anarko melakukan aksi vandalisme di tengah pandemi corona guna menciptakan keresahan dengan tujuan memprovokasi masyarakat hingga merencanakan penjarahan di sejumlah wilayah di Pulau Jawa.

Hal itu menyusul ditangkapnya pelaku vandalisme bertuliskan pesan 'Sudah Krisis Saatnya Membakar' yang disebut polisi dilakukan kelompok Anarko di Tangerang, awal April lalu.

Nana ketika itu menyebut kelompok Anarko hendak merencanakan aksi penjarahan di sejumlah wilayah di Pulau Jawa pada 18 April 2020. Namun, hingga kekinian tudingan tersebut nyatanya tidak terbukti.

Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alghiffari Aqsa mengatakan, bahwa sejak abad 19 kelompok Anarko atau anarkis memang kerap kali dijadikan kambing hitam. Di sisi lain, stigma Anarko sebagai kelompok yang diidentifikasikan sebagai perusuh pun begitu melekat. Meski kenyataan tidak sepenuhnya benar.

Baca Juga: Anarko Dituding Rencanakan Penjarahan, Eks Direktur LBH: Polisi Tidak Paham

"Dari dulu dari abad 19 juga seperti itu. Bahkan selalu dimaknai berbeda ataupun, ya temen-temen tau lah anarkisme selalu diindentikan dengan kerusuhan, no order, atau kekacauan/chaos itu kan dari abad 19 sudah dilekatkan kepada Anarko," kata Alghif dalam diskusi bertajuk 'Kenapa Selalu Anarko?' yang disiarkan secara langsung di Instagram KontraS, Selasa (21/4/2020) malam.

Alghif lantas menyebut Anarko kekinian seakan-akan hendak diindentifikasikan sebagai hantu baru setelah Komunisme. Di mana, belakang ini kelompok Anarko kerap dikait-kaitkan dengan sejumlah peristiwa kerusuhan.

"Stigma atau kesalahan pemaknaan terhadap anarkisme ini udah sangat akut, yang kemudian orang ketika polisi melakukan pers conference bahwa akan ada kerusuhan pada tanggal 18 hampir semua grup WhatsApp membicarakan itu. Bahkan banyak yang khawatir terutama kelompok-kelompok minoritas (takut) kejadian lagi seperti 98 dan kemudian merasa bahwa ini sangat serius," ujar Alghif.

"Dan faktanya tanggal 18 ya tidak ada apa-apa, kemudian yang ditangkap juga diklarifikasi ternyata maling kemudian mabuk, ada tuduhan bahwa itu disetting wawancaranya. Dan kemudian juga ada A1, A2, A3, A4 yang sama sekali bertentangan dengan substansi dari anarkisme itu sendiri," sambungnya.

Alghif mengaku tidak terlalu banyak memahami soal paham Anarkisme. Hanya saja, dia memahami anarkisme merupakan sebuah paham yang tidak menginginkan adanya hirarki ataupun struktur yang menindas.

Baca Juga: Tak Terbukti Ada Penjarahan, Polisi Diminta Ungkap Data Intelijen Anarko

"Nah hirarki ini bisa jadi organisasi bisa jadi organisasi yang lebih besar yaitu negara," ujarnya.

Adapun, Alghif mengemukakan bahwa dalam perkembangannya anarkisme itu sendiri memiliki banyak varian atau spektrumnya. Mulai dari yang pro terhadap kekerasan hingga yang pasifis atau anti terhadap kekerasan itu sendiri.

"Misalnya, kayak Proudhon ataupun Thoreau, Henry David Thoreau itu dia pasifis, dia tidak sepakat dengan violence," paparnya.

"Ada yang mengatakan anarkisme itu anti agama, tapi ada juga Anarko religius/ anarkis religius yang dekat dengan Islam, dekat Kristen. Misalanya Leo Tolstoy itu dia sangat dekat dengan anarkis Kristen. Jadi ada banyak varian," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI