Suara.com - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Kasus COVID-19 Achmad Yurianto mengaku dirinya tak pernah diberitahu oleh para ahli jika virus corona ternyata sudah masuk ke Indonesia sejak bulan Januari.
"Sebaiknya menanyakan ke UI, karena saya juga tidak pernah dikasih tahu jika memang mereka menemukannya," kata Yuri dikutip dari Keepo.me -- jaringan Suara.com.
Ia malah balik bertanya, jika hal itu benar mengapa para ahli tidak memberi tahu sejak awal virus tersebut masuk ke Indonesia.
"Pertanyaannya kenapa baru bilang sekarang? Tidak di saat mereka meyakini ada kasus yang masuk ke Indonesia," katanya.
Baca Juga: Hong Kong Perpanjang Masa Pembatasan Sosial Akibat Corona 14 Hari
Sebelumnya, tim ahli dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) mengatakan bahwa COVID-19 telah masuk ke Indonesia jauh sebelum bulan Maret ketika awal diumumkan secara resmi.
"Kapan virus ini masuk ke Indonesia? Bukan bulan Maret ketika presiden melaporkan [kasus positif pertama]," kata Staf Pengajar FKM UI Pandu Riono saat acara Diskusi Online, Minggu (19/4/2020).
Ia pun menyatakan bahwa rekan-rekan sejawatnya dari FKM UI meyakini jika kasus COVID-19 telah masuk ke Indonesia sejak minggu ke-3 bulan Januari 2020 lewat penularan lokal.
Ini disinyalir dengan adanya Orang Dalam Pemantauan (ODP) di sejumlah daerah pada waktu itu. Pandu menyebut bahwa kasus corona di Indonesia bukan hasil produk impor melainkan justru ditularkan secara lokal.
"Sebenarnya penularan lokal sudah terjadi, sudah ada ODP di daerah. Sebenarnya kita berasumsi virus itu sudah beredar sejak minggu ke-3 bulan Januari. Jadi kasus ini bukan penularan impor," katanya.
Baca Juga: Olahraga Mewah di Rumah, Louis Vuitton Rilis Dumbbell Set Rp65 Juta
Ahli Epidemilogi Prediksi Virus Corona Sudah Masuk Indonesia Sejak Januari
Ahli Epidemilogi dan Biostatistik Universitas Indonesia (UI) Dr Pandu Riono memprediksi sebenarnya keberadaan kasus virus corona COVID-19 di Indonesia sudah terjadi sejak Januari hingga Februari. Bukan Maret seperti yang diumumkan pemerintah.
Pandu mengatakan berdasarkan sistem surveilans epidemiologi kesehatan masyarakat memperlihatkan bahwa sejak Januari di Indonesia sudah terdapat dengan gejala covid seperti batuk dan demam.
"Karena dari bulan Januari sudah ada laporan-laporan kasus orang dengan gejala yang tidak sembuh ketika diobati dengan obat demam biasa, ini baru kecurigaan pertama," kata Pandu kepada Suara.com, Rabu (15/4/2020).
Dia menyebut hasil negatif Covid-19 pada saat itu dipengaruhi oleh laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) yang belum siap, sehingga baru terbukti positif di kemudian hari, setelah pasien meninggal dunia.
"Virus itu sudah lama di Indonesia, kita terlena, menganggap tidak ada, semangatnya Indonesia bebas virus. Itu yang membuat kita menjadi kondisinya seperti sekarang," ucapnya.
Anggota Tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) itu juga menduga seorang Jepang yang disebut Presiden Joko Widodo menjadi penular pertama terhadap dua orang pasien pertama dari Depok itu bukan benar-benar kasus pertama di Indonesia.
"Pada waktu itu, kita (Indonesia) masih buka penerbangan ke Wuhan, bayangkan berapa yang berinteraksi ketika masuk ke Indonesia, kita masih buka dan baru ditutup pas China lockdown," lanjutnya.
Pandu mengatakan, karena pemerintah sudah terlambat, maka tidak boleh lagi meremehkan dan tidak lagi memperlambat dengan alur birokrasi yang berbelit.
FKM UI Prediksi Jutaan Orang Indonesia Terinfeksi Corona
Tim FKMUI sendiri sudah memprediksi bahwa setiap satu kasus positif Covid-19 bisa menginfeksi setidaknya dua orang. Lalu dalam prediksi Tim FKMUI, untuk indikator yang digunakan berdasar pada jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 268 juta.
Dari jumlah penduduk tersebut, 52,9 persen populasi tinggal di wilayah urban; 14,8 persen tinggal di rumah kurang dari 8 meter persegi; angka terjadinya pneumonia (penyakit radang paru-paru) adalah 1,3 per 1.000 orang; 28,2 persen penduduk bepergian; 50,2 persen mencuci tangan dengan cara tidak benar.
Berikut adalah prediksi Covid-19 Modelling Scenarios Indonesia dari tim FKM UI:
Tanpa intervensi: +/- 2.500.000 orang berpotensi terjangkit COVID-19
Intervensi rendah: +/- 1.750.000 orang berpotensi terjangkit COVID-19
Intervensi moderat: +/- 1.250.000 orang berpotensi terjangkit COVID-19
Intervensi tinggi: +/- 500.000 orang berpotensi terjangkit COVID-19
Prediksi tersebut diasumsikan terjadi pada hari ke-77.
Tim menggunakan patokan hari ke-1 pada pekan pertama Februari 2020 alias lebih awal dari pengumuman kasus pertama oleh Pemerintah Indonesia (2 Maret).
Soal data yang diperoleh dari rumah sakit di Indonesia sudah menunjukkan adanya peningkatan kasus pneumonia dan gejala mirip COVID-19 sejak pekan pertama Februari. Itu adalah prediksi total kumulatif kasus positif COVID-19.
Berikut adalah prediksi efek terhadap kematian berdasarkan tingkat intervensi yang diterapkan pemerintah terhadap kondisi wabah ini.
Estimasi jumlah kematian kumulatif akibat COVID-19 di Indonesia:
Tanpa intervensi: 240.244
Intervensi redah: 144.266
Intervensi moderat: 47.984
Intervensi tinggi: 11.898.