Lockdown Picu Lonjakan KDRT, Warga Palestina Protes, Pukul Peralatan Dapur

Selasa, 21 April 2020 | 10:51 WIB
Lockdown Picu Lonjakan KDRT, Warga Palestina Protes, Pukul Peralatan Dapur
Seorang wanita Palestina membawa bendera memperingati Land Day di dekat perbatasan Israel-Gaza, Senin (30/3/2020). [AFP/Mohammed Abed]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Warga Palestina geram kebijakan lockdown membuat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) melonjak. Mereka pun protes terhadap pemerintah.

Dilansir Aljazeera, Selasa (20/4/2020), baik perempuan dan laki-laki Palestina menyerukan protes dengan cara memukul berbagai peralatan dapur di jendela rumah masing-masing.

Menurut Tal'at, organisasi feminis independen yang mengorganisir demo, 11 wanita Palestina telah terbunuh akibat KDRT sepanjang tahun ini.

Ironisnya, lima korban meninggal baru terjadi saat pemerintah Palestina memberlakukan lockdown di awal Maret, sebagai antisipasi penyebaran virus Corona Covid-19.

Baca Juga: Top 5 Olahraga: Line-up Sementara Pebalap MotoGP 2021, Devin Dikecam Publik

Menurut aktivis Tal'at, Soheir Asaad, berdiam diri di rumah tak selamanya menjadikan perempuan Palestina aman.

Terkadang, rumah bisa menjadi 'neraka' lantaran tingginya potensi KDRT.

"(Lockdown) artinya Anda akan tinggal bersama orang yang bisa saja mengakhiri hidup Anda," ujar Assad.

Peningkatan jumlah kasus KDRT maupun jenis kekerasan lainnya, seperti kekerasan seksual, juga ditunjukan oleh data yang dihimpun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Assiwar.

Assiwar mencatat dalam beberapa pekan terakhir, panggilan telepon terkait kasus-kasus KDRT di Palestina meningkat sekitar 30 persen.

Baca Juga: Valentino Rossi Disarankan Pensiun, 6 Petinju Incaran Anthony Joshua

Lembaga lain seperti Masyarakat Wanita Kerja untuk Pembangunan Palestina (PWWSD) juga mencatatkan peningkatan panggilan telepon.

Hotline konseling mereka menerima 924 panggilan dari 22 Maret hingga 15 April.

Lamia Naamne, pemimpin Assiwar dan aktivis pembela hak-hak perempuan Palestina, mengungkapkan sebagian besar permohonan bantuan berkaitan dengan perempuan yang menerima ancaman pembunuhan.

"Ada seorang wanita yang melakukan obrolan dengan kami lewat Facebook Messenger. Dia mengaku diancam, dipukul, dan kami harus mengirim polisi untuk membawanya ke tempat yang aman," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI