Suara.com - Seorang ahli matematika, analis, dan mantan jenderal Israel membeberkan analisis statistik sederhana yang diklaimnya menunjukkan pola penyebaran corona alias COVID-19.
Menurut dia, penyebaran COVID-19 memuncak usai sekitar 40 hari dan menurun menjadi hampir nol setelah 70 hari, tidak peduli di mana virus itu menyerang dan tidak peduli apa pun langkah-langkah pemerintah untuk menggagalkannya.
Hal tersebut disampaikan Profesor Isaac Ben-Israel, Kepala Program Studi Keamanan di Universitas Tel Aviv dan Ketua Dewan Nasional untuk Penelitian dan Pengembangan, kepada Israel Channel 12 (Ibrani) pada Senin (20/4/2020) malam waktu setempat.
Ben-Israel mengatakan penelitiannya bersama seorang rekan profesor, menganalisis pertumbuhan dan penurunan kasus baru di negara-negara di seluruh dunia. Hasilnya: berulang kali ada pola yang ditetapkan dan jumlahnya berbicara sendiri.
Baca Juga: Sempat Disebut Aman, Israel Catatkan Lebih dari 133 Ribu Kasus Covid-19
Meski mendukung jarak sosial, menurut Ben-Israel, penutupan yang meluas terhadap ekonomi di seluruh dunia merupakan kesalahan nyata dalam statistik tersebut. Dalam kasus Israel, kata dia, sekitar 140 orang biasanya meninggal setiap hari.
Menurut Ben-Israel, menutup sebagian besar ekonomi hanya karena virus membunuh satu atau dua orang per hari adalah kesalahan radikal yang tidak perlu menghabiskan biaya 20 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Israel.
Kendati demikian, di tayangan yang sama di Channel 12, Profesor Gabi Barbash, seorang direktur rumah sakit dan mantan Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Israel menampik analisis Ben-Israel.
Menurut Barbash, analisis tersebut salah. Barbash mengatakan angka kematian akan lebih tinggi jika Israel dan negara lain tidak mengambil langkah yang sekarang dilakukan.
Namun Ben-Israel mengatakan angka-angka tersebut--terutama dari negara-negara seperti Singapura, Taiwan, dan Swedia, yang tidak mengambil tindakan radikal untuk menutup ekonomi mereka--membuktikan maksudnya.
Baca Juga: Terapi Sel PLX, Enam Pasien Kritis dengan Covid-19 di Israel Selamat
Ketika Barbash mengutip New York sebagai bukti nyata bahwa Ben-Israel salah, Ben-Israel mencatat indikasi terbaru dari New York yang sejalan dengan statistiknya. Hasilnya menunjukkan angka kasus baru setiap hari memuncak dan mulai turun setelah sekitar 40 hari.
Diminta menjelaskan fenomena tersebut, Ben-Israel, yang juga mengepalai Badan Antariksa Israel, kemudian berkata: "Saya tidak punya penjelasan. Ada semua jenis spekulasi. Mungkin itu terkait dengan iklim, atau virus memiliki rentang hidupnya sendiri."
Dia mengatakan kebijakan penutupan wilayah dan penutupan merupakan kasus 'histeria massal.' Jarak sosial yang sederhana sebenarnya sudah cukup, kata Ben-Israel.
Jika lockdown diterapkan di Israel dan di tempat lain tidak menyebabkan kekacauan ekonomi yang sangat besar, tidak akan ada masalah dengan mereka, kata Ben-Israel.
"Tapi Anda tidak boleh menutup seluruh negara ketika sebagian besar penduduk tidak berisiko tinggi," ujar Ben-Israel seperti disadur Suara.com dari The Times of Israel, Selasa (21/4/2020).
Diminta untuk menjelaskan alasan virus tersebut memicu angka kematian yang begitu tinggi di negara-negara seperti Italia, ia mengatakan layanan kesehatan Italia sudah kewalahan.
"Itu runtuh pada 2017 karena flu," katanya.
Barbash--yang berbicara setelah Ben-Israel meninggalkan studio--bersikeras bahwa: "Kita akan hidup dengan virus corona untuk tahun berikutnya."
Dia menambahkan: "Saya sangat mendesak agar kita tidak membiarkan ahli matematika, yang tidak tahu apa-apa tentang biologi, menentukan kapan kita mengangkat mencabut kebijakan lockdown."