Suara.com - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimbau perguruan tinggi untuk melaksanakan perkuliahan secara online, guna mendukung upaya pemerintah dalam memerangi pandemi virus corona covid-19.
Kebijakan tersebut berarti seluruh proses pembelajaran dilakukan secara jarah jauh dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia.
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Whisnu Triwibowo menilai perkuliahan online berpotensi memicu ketimpangan sosial yang berdampak pada kualitas pembelajaran mahasiswa.
Hal ini disebabkan oleh kesenjangan akses teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) antarkelompok mahasiswa kelas atas dan menengah ke bawah.
Baca Juga: Innalillahi, Dinar Candy Mimpi Meninggal Dunia
Whisnu mengatakan pemerintah semestinya mempertimbangkan tiga aspek vital untuk menjamin keberlangsungan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Seperti dikutip Suara.com dari Theconversations, Kamis (14/4/2020), tiga aspek tersebut dipaparkan Whisnu dalam artikel berjudul "Gagap 3 aspek vital: kuliah online di tengah Covid-19 bisa perparah gap akses pembelajaran bermutu bagi mahasiswa miskin".
1. Minimnya infrastruktur digital
Kendala utama yang menghambat PJJ yakni kurangnya infrastruktur digital di Indonesia. Sebab, tidak semua masyarakat memiliki perangkat teknologi mumpuni dan akses internet cepat.
Padahal PJJ berbasis metode audio-visual sehingga menuntut dosen dan mahasiswa memiliki perangkat serupa komputer yang didukung dengan koneksi internet berkapasitas besar.
Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), lebih dari 100 persen penduduk Indonesia memiliki ponsel namun hanya 20 persen yang memiliki komputer lantaran faktor ekonomi.
Baca Juga: Libur Sekolah Jadi Waria, Pelajar Diciduk saat Servis Pelanggan di Stasiun
Keterbatasan fasilitas tersebut diimbangi dengan minimnya akses internet cepat dan stabil demi menunjang proses PJJ.
2. Keterampilan digital pendidik dan peserta didik
Kualitas perkualiahan dengan motode PJJ dipengaruhi oleh kecakapan pengajar dan peserta didik dalam menguasai TIK. Hal ini memicu kesenjangan digital.
Mengacu pada sebuah studi di Amerika Serikat, keterampilan digital berkaitan erat dengan generasi dan usia.
Pengajar yang gagap teknologi tidak akan maksimal mengelola proses pembelajaran karena timpang dengan kompetensi peserta didik dari generasi milenial yang lebih adaptif dengan dunia digital.
Selain itu, faktor sosio-ekonomi berpengaruh pada kompetisi dan literasi dalam menggunakan TIK.
Menurut Whisnu, mahasiswa kalangan menengah ke bawah sangat mungkin mengalami keterbatasan akses teknologi dan koneksi, sehingga kecakapan digital mereka kalah saing dibandingkan dengan mahasiswa keluarga berada.
3. Kegamangan dalam penggunaan teknologi
Selama PJJ, pengajar dan peserta didik dituntut untuk peka terhadap beragam aplikasi penunjang kuliah online seperti Zoom, Google Mee t atau media teleconference lainnya.
Mereka menghadapi tantangan baru, dituntut supaya lebih adaptif menguasai karakteristik teknologi yang digunakan, termasuk kelebihan dan kekurangannya.
Sayangnya, teknologi yang tersedia tidak bisa menjamin efektivitas penyampaian pesan selama proses PJJ. Belum lagi adanya kesenjangan digital dan sosial antarkelompok peserta didik.
Mahasiswa kelas menengah ke atas dengan mudah dan cepat melakukan eksplorasi ragam aplikasi penunjang kuliah, sementara peserta didik dengan kemampuan finansial rendah akan tertinggal.
Berdasarkan tiga faktor tersebut, Whisnu mengatakan pemerintah perlu mengadakan evaluasi formatif selama PJJ berlangsung guna meminimalisir kesenjangan kualitas pendidikan antarmahasiswa di tengah pandemi virus corona.