Berjubel di Penjara dan Takut Kena Corona, 63 Tapol Papua Minta Dibebaskan

Kamis, 16 April 2020 | 12:36 WIB
Berjubel di Penjara dan Takut Kena Corona, 63 Tapol Papua Minta Dibebaskan
Ilustrasi--Dua orang tahanan politik Papua, Dano Anes Tabuni dan Ambrosius Mulait membubuhkan tulisan “Sampah” pada tubuh mereka, saat mengikuti sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (17/2/2020) sore. [Suara.com/Stephanus Aranditio]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - 63 tahanan politik (tapol) Papua dengan tuduhan kasus makar berharap bisa bebas di tengah adanya pandemi virus Corona (Covid-19).

Meskipun tidak berada di lingkungan masyarakat, namun nyatanya penularan Covid-19 juga mengintai lingkungan penjara yang over kapasitas dengan sanitasi yang buruk.

Hal tersebut diungkapkan oleh pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) Jennifer Robinson melalui keterangan tertulisnya bersama Veronika Koman, Kamis (16/4/2020).

Ia meminta agar 63 tapol Papua tersebut dibebaskan tanpa syarat demi keselamatan jiwa.

Baca Juga: Imbas Jam KRL Dibatasi, Petugas Maklumi Banyak Penumpang Nginap di Stasiun

"Desakan ini dibuat karena adanya ancaman serius terhadap keselamatan jiwa tahanan yang ditahan di penjara yang overkapasitas di tengah pandemi di Indonesia. Kini penahanan mereka tidak hanya tidak sah tapi juga mengancam keselamatan jiwa. Semua 63 tapol tersebut harus segera dibebaskan tanpa syarat,” kata Jennifer.

Veronika juga menuturkan hal yang sama.

Menurutnya, penularan Covid-19 justru sangat berisiko di dalam sel penjara Indonesia yang kualitasnya tidak begitu baik dari segi kebersihan.

Ia menyebut Komisioner Tinggi HAM PBB juga telah meminta agar pembebasan tapol Papua mesti jadi prioritas.

Di samping itu, pemerintah Indonesia juga telah membebaskan 30 ribu tahanan agar tidak ada kluster Covid-19 baru di dalam tahanan. Namun dari puluhan ribu tahanan itu, tidak ada satupun tapol Papua yang turut dibebaskan.

Baca Juga: Pengendara Tak Bermasker saat PSBB Bogor Dicegat Polisi, Nama Dicatat!

Selain itu, 63 tapol Papua juga telah mengirimkan desakan kepada Gugus Kerja Penahanan Sewenang-wenang dan Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Desakan tersebut berisikan agar kasus mereka bisa dibawa ke PBB.

Dalam dokumennya, 63 tapol Papua itu dijelaskan sudah ditahan secara sewenang-wenang dan tidak sah, lantaran sudah terjadi pelanggaran terhadap kewajiban Indonesia dalam hukum HAM internasional.

“56 nama di antaranya telah disampaikan, pada Februari, kepada Presiden Jokowi ketika beliau mengunjungi Australia dan juga kepada Menkopolhukam, namun sejauh ini kita belum mendapat respon apapun, kecuali bahwa Pak Menteri bilang bahwa data tersebut ‘sampah’," ujar Veronika.

63 tapol kasus makar itu terdiri dari 56 orang asli Papua, 1 orang non-Papua Indonesia, 5 orang Maluku, dan 1 orang kewarganegaraan Polandia. Tujuh di antaranya telah divonis dan sisanya masih ada yang menjalani proses persidangan serta menunggu untuk disidangkan.

Perlu diingat kembali mayoritas 56 tapol tersebut ditangkap aparat keamanan ketika mengikuti demonstrasi mendukung Papua pada 2019.

Alasan penahanan pun beragam seperti karena membawa bendera Bintang Kejora maupun Benang Raja, atau ada juga yang dikarenakan berpartisipasi dalam aksi damai serta menjadi menjadi anggota dari organisasi yang mendukung hak atas penentuan nasib sendiri. Tetapi, tindakan di atas tersebut dilindungi hukum internasional.

"Kesemua 63 tapol tersebut dikenakan makar Pasal 106 dan/atau Pasal 110 KUHP, dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun," tambahnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI