Suara.com - Pemerintah mengumumkan jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona atau covid-19 di Indonesia mencapai 10.482 orang. Sedangkan orang dalam pemantauan (ODP) berjumlah 139.137 orang.
Terkait itu, pakar Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), dr Syahrizal Syarif, menilai keakuratan pihak terkait dalam melakukan verifikasi data pasien itu penting agar tidak menghamburkan anggaran.
Syahrizal menjelaskan tingginya angka masyarakat yang menjadi pasien ODP itu tentu membuat masyarakat resah. Gejala batuk, pilek, serta demam ringan malah dianggap sebagai gejala Covid-19, sehingga langsung ditetapkan sebagai ODP di tengah situasi darurat seperti ini.
Padahal menurutnya, gejala yang paling utama adalah demam dengan suhu tubuh mencapai 38 derajat celcius. Batuk dan pilek hanya menjadi penyakit penyerta.
Baca Juga: Penderita Corona di Dunia Tembus 2 Juta, Kematian Terbanyak di Amerika
"Sebenarnya ukuran paling utamanya demam, tapi kalau dia (tenaga medis) bilang "kamu demam enggak?" Kan bukan hanya saat itu demam atau riwayat pernah demam. Jadi orang yang datang dengan batuk pilek tanpa demam dia masuk ODP juga tuh," kata Syahrizal saat dihubungi Suara.com, Rabu (15/4/2020).
"Tapi susah situasi begini juga tenaga medis, "kemarin demam enggak?" nah orang itu cenderung bilang "demam gak yah? yaudah deh yang penting ada batuk pilek" nah masuk ODP. Saya khawatir angka tinggi itu sebagian besar dari yang saya yakini itu," tambahnya.
Kemudian ia mengatakan kalau angka pasien ODP-nya tinggi, mesti diperhatikan sudah berapa spesimen yang diperiksa. Ia mencontohkan, saat kasus positif Covid-19 mencapai 3 ribuan, jumlah spesimen yang diperiksa adalah 14 ribu. Dengan begitu, jumlah spesimen yang menunjukkan hasil negatif ialah 11 ribu orang.
Menurutnya langkah seperti itu hanya buang-buang uang. Pasalnya, dari 14 ribu yang diperiksa itu harus dirawat di rumah sakit sambil menunggu hasil tes yang akan ke luar empat sampai 10 hari kemudian.
Artinya harus ada dana perawatan yang dikeluarkan sembari menunggu hasil tes tersebut.
Baca Juga: Pemprov Jatim Gandeng Bonek untuk Perangi Wabah Corona di Surabaya
"Bayangkan 11 ribu orang dikasih makan 8 hari ternyata negatif. Jadi sebetulnya di balik angka-angka itu ada persoalan penting lain," ucapnya.