Suara.com - Pada 1 April 2020, Staf Khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra menandatangani sebuah surat yang ditujukan kepada para camat di seluruh Indonesia. Surat dengan kop Sekretariat Kabinet itu berisikan mengenai kerja sama program antara pemerintah dan PT Amartha Mikro Fintek terkait Relawan Desa Lawan Covid-19.
Program tersebut merupakan inisiatif yang dilakukan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid-19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa.
Atas hal itu Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai langkah salah satu Staf Khusus milenial Presiden Jokowi, Andi Taufan Garuda Putra bermasalah. Pertama, tindakan Andi Taufan mengarah pada konflik kepentingan.
"Sebagai pejabat publik, dia tak berpegang pada prinsip etika publik," kata Wana Alamsyah, salah satu peneliti ICW dalam keterangan tertulisnya yang diterima Suara.com, Rabu (15/4/2020).
Baca Juga: 4 Blunder Stafsus Milenial Jokowi, dari Surat Camat hingga 'Kubu Sebelah'
Menurut dia, pejabat publik diharuskan untuk memiliki etika publik, di mana kesadaran dalam mengambil keputusan atau kebijakan tertentu, harus didasarkan pada nilai-nilai luhur dan kepentingan publik.
Nilai-nilai luhur tersebut di antaranya kejujuran, integritas, dan menghindari konflik kepentingan dalam memberikan pelayanan dan menghasilkan kebijakan publik. Konflik kepentingan merupakan salah satu pintu masuk korupsi. Oleh sebab itu pejabat publik harus dapat membedakan kepentingan pribadi dan kepentingan publik.
Konflik kepentingan mesti dipahami secara luas, yakni tidak mendapat keuntungan material semata, akan tetapi segala hal yang mengarah pada kepentingan diri, keluarga, perusahaan pribadi, partai politik, dan lain-lain.
"Andi Taufan mengabaikan keberadaan sejumlah instansi, termasuk diantaranya Kementerian Dalam Negeri. Padahal tugas untuk melakukan korespondensi kepada seluruh Camat yang berada di bawah Kepala Daerah merupakan tanggung jawab instansi Kementerian Dalam Negeri," terangnya.
Seperti tertera dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Kementerian Dalam Negeri yang antara lain mengatur pelaksanaan kebijakan di bidang politik dan pemerintahan umum.
Baca Juga: Sebut Tak Memiliki Etika Publik, ICW Desak Jokowi Copot Stafsus Andi Taufan
Publik tak pernah mengetahui tugas, fungsi, dan kewenangan Staf Khusus Presiden. Staf Khusus Presiden memang disebut dalam Pasal 21 Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012, bahwa Pengangkatan dan tugas pokok Staf Khusus Presiden ditetapkan melalui Keputusan Presiden.
Namun, sejak dilantik hingga saat ini Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Staf Khusus Presiden dan tugas, fungsi, serta kewenangannya tidak diketahui.
Diberitakan sebelumnya, Staf Khusus Presiden Andi Taufan akhirnya meminta maaf dan menarik surat tersebut. Ia berdalih bahwa perbuatannya adalah akibat dari birokrasi penyaluran bantuan dan hibah dalam menangani Covid-19 yang buruk.
Namun, hal tersebut tidak serta-merta membenarkan perbuatannya, karena besarnya dugaan konflik kepentingan yang dilakukan oleh Staf Khusus Presiden ketika menerima komitmen dari perusahaan yang didirikannya.
Oleh sebab itu, ICW mendesak Andi Taufan segera mengirimkan surat klarifikasi dan permintaan maaf kepada seluruh camat di Indonesia terkait dengan surat kerja sama program antara pemerintah dengan PT Amartha Mikro Fintek.
Presiden harus segera memecat Staf Khusus yang telah melakukan penyimpangan atau menggunakan jabatannya sebagai staf khusus untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya sendiri.
"Presiden segera mengevaluasi kinerja serta posisi staf khusus, dan memecat staf yang mempunyai posisi/jabatan di tempat lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan," kata Wana.
Selain itu Presiden juga perlu mempublikasikan Keputusan Presiden tentang pengangkatan Staf Khusus Presiden serta tugas, fungsi, dan wewenangnya.