Suara.com - Pandemi virus corona yang tengah melanda sebagian besar negara-negara di dunia hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Berdasarkan data worldometers.info, Amerika Serikat masih menjadi negara dengan korban terbanyak.
Per hari Selasa (14/4/2020), tercatat sebanyak 587.173 warga Amerika Serikat terjangkit virus corona, termasuk 232 kasus baru. Dari jumlah tersebut, 36.948 pasien berhasil disembuhkan. Sementara jumlah kematian mencapai 23.644 orang.
Angka kematian tersebut juga masih menjadi yang terbesar di dunia. Jauh di atas Spanyol yang berada di tempat kedua dengan 17.756 kasus kematian akibat corona.
Meningkatnya jumlah warga negara AS yang terjangkit virus corona COVID-19 itu tidak lepas dari sikap yang diambil pemerintah negara itu. Dalam hal ini, Presiden Donald Trump.
Baca Juga: Teror Corona Mereda, Trump Berencana Buka Kembali Kegiatan Ekonomi AS
"Pandemi virus corona saat ini mampu dikendalikan. Amerika dalam kondisi prima," gembor Trump yang berlangsung selama empat pekan.
The Guardian melaporkan, Selasa (14/4/2020), Trump sebenarnya sudah diperingati tentang ancaman COVID-19 sejak pertengahan Januari 2020. Akan tetapi, seakan tak peduli, Trump terus memberikan jaminan palsu kepada publik.
Pada pertengahan Januari lalu Trump diperingatkan akan bahaya pandemi COVID-19 yang mengancam jiwa satu hingga dua juta warga AS. Sejumlah bukti juga diserahkan kepada trump saat itu.
Namun tetap saja, Trump tidak mau berhenti berkicau. Berikut timeline laporan yang di terima Trump dan disinformasi yang tetap disebarkan orang nomor satu di Amerika itu.
8 Januari
Baca Juga: Jokowi dan Trump Berperan dalam Lambannya Reaksi Dunia Hadapi Covid-19
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Wabah (CDC) mengeluarkan laporan yang menyebut telah terjadi sejumlah kasus penumonia dengan penyebab yang tidak diketahui. CDC juga menyimpulkan jika pneumonia tersebut kemungkinan besar terhubung dengan wabah yang terjadi di pasar ikan dan hewan di Wuhan, Provinsi Hubei, China.
18 Januari
Menteri Kesehatan AS Alex Azar menghubungi Trump, yang ketika itu berada di resort Mar-a-Lago di Florida, dan mengabarkan ihwal ancaman virus corona. Namun, dilansir AP, Trump malah ingin mendiskusikan hal lain.
21 Januari
Kasus COVID-19 pertama di AS
Seorang pria berusia 30 tahun berpergian ke China dan dirawat di rumah sakit di Everett, Washington, dekat Seattle. Pria tersebut dinyatakan positif COVID-19.
22 Januari
Di sela-sela konferensi Davos di Swiss, Trump melontarkan komentar pertamanya tentang virus corona.
"Kami mengendalikan situasi," ujar Trump kepada CNBC.
"Satu orang pulang dari China, dan situasi terkendali. Semua akan baik-baik saja."
27 Januari
Ketua Dewan Kebijakan Domestik Gedung Putih Joe Grogan meminta Kepala Staf Mick Mulvaney dan beberapa orang lainnya untuk segera mengambil tindakan serius karena virus corona akan memengaruhi kehidupan publik selama berbulan-bulan.
Dilaporkan Washington Post, pemerintah diminta untuk segera bertindak serius melawan virus corona atau akan memengaruhi rencana Trump untuk memenangi kembali pemilu.
29 Januari
Penasihat bidang ekonomi Peter Navarro memperingati Dewan Keamanan Nasional . Lewat sebuah memo, Navarro menyebut virus corona akan membunuh lebih dari setengah juta penduduk AS dan akan mengguncang ekonomi negeri itu.
30 Januari
Azar kembali memperingati Trump di saat WHO mengumumkan ancaman global karena corona. Trump, yang saat itu berada di Air Force One ketika menerima telepon Azar, tak peduli.
31 Januari
Di hari berikutnya Azar mengumumkan AS berstatus darurat kesehatan. Disusul keputusan Trump yang melarang mereka yang baru mengunjungi China memasuki wilayah AS.
Washington Post melaporkan CIA memberikan laporan rahasia kepada pemerintah tentang pandemi virus corona global.
5 Februari
Para senator merasa pemerintah tidak serius dalam menanggapi pandemi tersebut karena belum adanya rencana penyaluran dana untuk memerangi COVID-19.
19 Februari
Kepada sekelompok gubernur, Trump dengan penuh percaya diri mengatakan virus akan segera menghilang.
"Saya pikir semuanya akan baik-baik saja. Memasuki bulan April, ketika cuaca menghangat, virus tersebut akan terdampak negatif oleh cuaca," kata Trump.
21 Februari
Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk Gedung Putih meminta warga untuk isolasi diri dan menerapkan social distancing.
23 Februari
Navarro kembali melayangkan memo: "COVID-19 akan menghantam AS dan mengancam jutaan warga Amerika. Jumlah kematian bisa mencapai 1 hingga 2 juta."
24 Februari
Trump lagi-lagi membohongi publik. "Semuanya terkendali," kicaunya lewat akun Twitter.
25 Februari
Dalam jumpa pers di New Delhi, India, Trump mengatakan virus corona terkendali di AS. Sementara kenyataannya, penyebaran corona di AS semakin beringas dan mengganggu kehidupan publik.
26 Februari
Dalam jumpa pers di Gedung Putih, Trump kembali melontarkan berita bohong.
"Dalam waktu dekat hanya lima orang yang terinfeksi. Bahkan sebentar lagi hanya satu atau dua orang."
27 Februari
Trump: "Wabah akan hilang. Suatu hari, seperti keajaiban, wabah akan menghilang."
29 Februari
Kasus kematian pertama akibat virus corona diumumkan. Seorang pria berusia 50 tahun meninggal di Seattle akibat COVID-19.
Setelah enam pekan virus corona menyebar di AS, Badan Pegawas Obat dan Makanan AS akhirnya mengizinkan laboraturium dan rumah sakit melakukan tes COVID-19 secara mandiri.
6 Maret
Trump mendatangi laboraturium CDC dan menyebut datangnya pandemi COVID-19 tidak terdeteksi.
"Masalah ini datang secara tiba-tiba," kata Trump.
Pasar modal pun mulai goyah.
9 Maret
Pemerintah AS menyatakan akan melakukan tes terhadap satu juta warga. Per pekan, empat juta warga dites.
"Kami mencoba bergerak secepat mungkin untuk membawa (alat) tes ini lebih dekat kepada pasien," kata Azar.
Namun kenyataannya, hingga 12 Maret, CDC menyatakan baru melakukan tes terhadap 4000 warga. Bukan empat juta warga.
12 Maret
Dr Anthony Fauci mengatakan kepada kongres jika Amerika tidak memiliki alat tes yang mumpuni.
Akan tetapi Trump tetap berkicau jika jutaan kali tes telah dilakukan.
13 Maret
Trump akhirnya mengumumkan darurat nasional.
"Kami telah berdiskusi dengan perusahaan-perusahaan farmasi dan retail untuk mewujudkan tes di lokasi-lokasi kritis," kata Trump.
"Saya tidak bertanggung jawab atas semua ini," tegas orang nomor satu di Amerika itu.