Suara.com - Menkopolhukam Mahfud MD menyebut mendapatkan pesan singkat melalui WhatsApp dari napi koruptor yang dipenjara.
Pernyataan tersebut dilontarkan ketika dimintai tanggapan terkait wacana yang beredar soal remisi pembebasan koruptor untuk mencegah penyebaran pandemi corona alias Covid-19.
Mahfud menyebutkan bahwa ada tiga jenis napi yang tidak akan mendapatkan remisi alias pembebasan bersyarat: napi korupsi, terorisme dan bandar narkoba.
"Tidak ada pembicaraan khusus seperti korupsi, terorisme dan bandar narkoba karena sejak awal itu dikecualikan," tutur Mahfud dalam ILC TV One bertajuk Corona: Badai Semakin Kencang yang tayang pada 7 April 2020.
Baca Juga: Pakar: Napi Koruptor Tidak Dibebaskan karena Sudah 'Jaga Jarak' di Sel Elit
Mahfud MD mengaku memaklumi ketika ada yang bertanya alasan ihwal pemberian remisi ke koruptor tersebut. Sebab, negara-negara lain memiliki kebijakan yang berbeda soal ini.
"Kenapa kita tidak memberikan remisi ke koruptor, ada yang menanyakan itu ya wajar saja. Karena ada yang menanyakan kenapa harus memberi, kenapa harus tidak memberi," ujar Mahfud MD.
Di Amerika Serikat, misalnya kata Mahfud, seluruh napi dibebaskan kecuali napi paedofil dan pelaku kejahatan seksual yang luar biasa.
"Nah, kalau kita memilih koruptor (untuk tidak diberikan remisi--RED)," tutur Mahfud MD.
Pun Mahfud MD--yang dihubungi melalui teleconference--mengaku mendapatkan pesan singkat lewat aplikasi WhatsApp dari napi koruptor yang dibui.
Baca Juga: KPK Apresiasi Ketegasan Jokowi Tidak Bebaskan Napi Koruptor Terkait Corona
Koruptor tersebut, imbuh Mahfud, berharap bisa keluar cepat karena sejatinya 5 bulan lagi sudah dibebaskan. Namun, hal itu batal karena pemerintah tidak setuju memberikan remisi.
"Saya dapat WA dari seorang yang dipenjara, koruptor karena korupsi. Dia bilang begini, "Bang saya ini sebenarnya 5 bulan lagi sudah akan keluar. tetapi saya berharap bisa keluar lebih cepat, cuma pemerintah tidak setuju, padahal saya ini tidak korupsi," ujar Mahfud menirukan perkataan si napi.
Mahfud menirukan perkataan napi koruptor tersebut, "Saya hanya diseret, ada orang dapat, katanya saya ikut-ikutan, akhirnya saya dihukum. Saya kena 2 tahun dan Agustus mau keluar ini."
Menurut Mahfud, dengan adanya aduan tersebut, artinya banyak orang yang mesti dikasihani. Tapi, imbuh Mahfud, urusan pembuktian itu ada di pengadilan.
"Artinya mungkin banyak juga orang yang harus dikasihani tapi itu kan urusan pembuktian di pengadilan," ujar Mahfud.
Dia mengatakan, "Politik hukum kita mengatur ada jalan lain jika ada proses hukum yang tidak adil. Ada PK, ada kasasi dan macam-macam."
Pernyataan Mahfud soal dirinya mendapatkan pesan WA dari napi koruptor yang dibui menuai perhatian warganet. Mereka mempertanyakan apakah napi diperbolehkan menggunakan ponsel.
Pengguna akun jejaring sosial Twitter @ArieY_Official, misalnya, yang mempertanyakan seseorang bisa membawa ponsel dan alat komunikasi sehingga bisa mengontak Mahfud.
Dia juga menyebut Pasal 4 Huruf J Permenkumham 6/2013 yang dinilai jelas melarang narapidana membawa alat komunikasi.
"Ini Fakta, kok bisa seorang yang di penjara membawa HP bahkan komunikasi via WA dengan Menkopolhukam, sementara Pasal 4 Huruf j Permenkumham 6/2013 jelas melarang hal tersebut, bahkan bisa dihukum berat ini bukan hanya kalapasnya teledor, Menko Polhukam juga kok membiarkan?" cuit akun @ArieY_Official.
Pun demikian hal itu juga dipertanyakan oleh pengguna akun Twitter @media_pengamat.
"Kok bisa ya Pak @mohmahfudmd dapat WA dari orang yang ditahan di penjara? Kan aturannya tahanan/napi tidak boleh bawa HP ke penjara," kicau akun @media_pengamat.
Seperti dikutip dari Hukumonline, larangan menggunakan alat elektronik berupa handphone diatur dalam Pasal 4 Huruf J Permenkumham 6/2013.
"Setiap Narapidana atau Tahanan dilarang: memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager, dan sejenisnya," demikian bunyi pasal tersebut.