Suara.com - Dokter sekaligus penyanyi Tompi merespons kebijakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkuham) Yasonna H Laoly yang ingin membebaskan 30 ribu narapidana, guna mencegah penularan virus corona atau Covid-19.
Tompi menilai, kebijakan tersebut bukan solusi untuk memutus penyebaran virus corona. Pernyataan tersebut disampaikan Tompi melalui cuitan di akun Twitter pribadinya, Senin (6/4/2020).
Menurut dokter spesialis bedah plastik itu, tanpa dibebaskan, narapidana sudah melakukan perlindungan diri dan isolasi di dalam lembaga pemasyarakatan atau Lapas untuk mencegah penularan virus corona.
"Mencegah penularan Corona itu bukan dengan membebaskan napi wahai tuan menteri. Napi itu secara otomatis sudah dilockdown, mereka aman di dalam isolasi, cegah kontak dr luar. Kl tak sanggup memeriksa pengunjung, ya tiadakanlah kunjungan," cuit Tompi seperti dikutip Suara.com, Rabu (8/4).
Baca Juga: Hari Paling Mematikan di New York Akibat Wabah Corona
Tompi mengatakan, pembebasan narapidana justru berpotensi menularkan virus karena mereka akan menjalin kontak dengan orang lain. Hal itu kian memicu persoalan di tengah upaya memerangi virus corona.
"Bila tuan menteri bebaskan mereka, lalu mereka di luar sana kontak---tetap saja akan kena corona. Nanti negara makin pusing ngurusinnya. Kasus yang ada saja sudah bikin sakit kepala," imbuhnya.
Lebih lanjut, Tompi mengatakan, cara untuk menekan penyebaran virus semestinya ditangani oleh petugas medis. Bukan dengan mengambil kebijakan untuk membebaskan narapidana.
"Sekali lagi, "cara memutus rantai penularan corona" biar tuan-tuan di bidang medis dan kesehatan komunitas yang leading. Semoga masukan ini bermanfaat. Cc: @jokowi @mohmahfudmd," pungkas Tompi.
Untuk diketahui, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly berencana membebaskan sebanyak 30 ribu narapidana dampak dari upaya pencegahan Covid-19.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Makin Murah Akibat Covid-19
Tetapi tidak termasuk untuk narapidana kejahatan ekstraordinari (ordinary crime) semisal koruptor, teroris, narkotika, dan pelaku pelanggaran HAM berat.
"Tentu ini tidak cukup. Pekiraan kami bagaimana merevisi PP 99 Tahun 2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini. Pertama, narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya akan kami berikan asimilasi di rumah. Kami perkirakan 15.442 per hari ini datanya," kata Yasonna dalam RDP dengan Komisi III, Rabu (2/4).
Pertimbangan pembebasan dengan berdasarkan masa hukuman yang telah dijalankan juga berlaku untuk para narapidana tindak pidana korupsi dan tindak pidana khusus.
Selain berdasar masa tahanan, pertimbangan dilakukan melihat faktor usia dan kondisi kesehatan masing-masing narapidana.
"Napi korupsi usia 60 tahun ke atas yang telah menjalani 2/3 masa pidana sebanyak 300 orang. Napi tipidsus dengan sakit kronis yang dinyatakan RS pemerintah yang telah menjalani 2/3 masa pidana 1.457 orang dan napi asing ada 53 orang," ujar Yasonna.
Nantinya, kata Yasonna, dia berencana meminta persetujuan Presiden Joko Widodo lebih dulu atas usulam merevisi PP Nomor 99 Tahum 2012 sebagai jalan narapidana kriteria dia tas biaa ikut dibebaskan.
Perkiraan Yasonna, apabila hal itu bisa terealisasi maka jumlah narapidana yang dapat dibebaskan dampak dari pandemi Covid-19 bisa bertambah dari 30 ribu menjadi 50 ribu narapidana.
"Kami akan laporkan ini di ratas dan akan kami minta persetujuan presiden soal revisi emergency ini bisa kita lakukan," tandasnya.