Singgung Telegram Kapolri, AII: Aparat Harusnya Melindungi Bukan Represif!

Senin, 06 April 2020 | 17:51 WIB
Singgung Telegram Kapolri, AII: Aparat Harusnya Melindungi Bukan Represif!
Direktur Eksekutif AI Indonesia Usman Hamid usai menemui petinggi Polri di Mabes. (Suara.com/Arga).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Singgung Telegram Kapolri, Amnesty: Aparat Harusnya Melindungi Warga Bukan Represif!

Amnesty International Indonesia meminta Telegram Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis bernomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 untuk dicabut. Hal itu dimintanya sebab aparat kepolisian akan menjadi represif kepada warga di tengah pandemi Covid-19.

Dalam telegram tersebut, Idham memerintahkan jajarannya untuk melakukan patroli siber khusus terkait penyebaran informasi bohong atau hoaks terkait pandemi Covid-19.

Tak hanya itu, dalam telegram itu jajaran kepolisian sedianya bisa menangkap siapapun yang melakukan penginaan terhadap presiden serta pejabat negara.

Baca Juga: Amnesty Nilai Telegram Kapolri saat Corona Berlawanan Keputusan Menkumham

“Aturan tersebut membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan kepolisian dan penegak hukum untuk bersikap represif. Padahal di tengah kesusahan akibat situasi darurat kesehatan saat ini, warga seharusnya lebih dilindungi," kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/4/2020).

"Atas nama penghinaan presiden dan pejabat negara, telegram itu berpotensi memicu pelanggaran kemerdekaan berpendapat, yang juga dijamin oleh Peraturan Internal Kapolri sebelumnya. Amnesty mendesak pihak berwenang untuk menarik surat telegram tersebut," sambungnya.

Tidak hanya itu, menurut Usman, telegram tersebut juga bertentangan dengan rencana pemerintah untuk membebaskan puluhan ribu tahanan guna menekan angka penyebaran Covid-19 di penjara.

Jika telegram tersebut kemudian dilaksanakan dan menghasilkan sejumlah orang ditangkap, maka akan memperburuk situasi penjara yang sudah sesak bahkan menjadi tidak higienis.

"Apalagi ketika wabah ini belum berhasil dikendalikan. Telegram itu justru akan berpotensi meningkatkan jumlah orang yang masuk penjara atas tuduhan penyebaran berita palsu dan penghinaan terhadap presiden maupun pejabat negara," tuturnya.

Baca Juga: AIl Desak Kapolri Cabut Surat Telegram Represif Berkedok Corona

Semenjak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, berbagai elemen masyarakat merasa dirugikan terutama dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang sejak awal mengabaikan dampak negatif penyebaran Covid-19.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI