Atas polemik tindakan hukum atas penghinaan pemimpin ini, Sudjiwo Tedjo pun mengusulkan solusi dengan tidak memenjarakan para penghina, melainkan dengan pemberian imbauan oleh tokoh masyarakat.
"Gimana kalau soal tidak menghina ini kita jadikan bukan urusan polisi (kecuali kalau yang merasa terhina melapor), tapi urusan para agamawan, seniman, tetua adat dll. Biar mereka yang mengimbau umat atau fans-nya untuk tidak menghina. Sekardar dengan imbauan. Bukan dengan ancaman bui," usul Tedjo.
Menurut analisis Tedjo, para pemimpin justru akan terlihat menyedihkan jika tidak ada masyarakat yang berani menghinanya karena takut dipenjara.
"Dihina tak membuat terhina. Tak dihina karena takut dibui, itu yang justru membuat terhina," papar Tedjo.
Baca Juga: Pendapatan Negara Ambles 10 Persen Imbas Wabah Corona
Padahal, lanjut Tedjo, martabat polisi adalah tidak membuat pemimpin jadi menyedihkan, dan martabat korps Bhayangkara adalah tidak membuat pemimpin justru terhina secara hakikat.
"Ibarat rumah tangga, yang para suaminya atau para istrinya tidak saling menghina hanya karena gentar pada UU Pernikahan, itu menyedihkan, Pak. Lain dengan pasutri yang tidak saling menghina-dina karena memang C I N T A," tulis Tedjo mengumpamakan.
Seniman yang akrab disapa Mbah Tedjo ini menegaskan bahwa menghina berbeda dengan melakukan kejahatan lain.
"Mencuri atau membunuh itu merugikan. Menghina tidak merugikan. Bahkan, menurut para leluhur nusantara, justru malah mengagungkan yang dihina," jelas Tedjo.
Tedjo juga mengingatkan bahwa pempimpin yang terhormat tak perlu takut meraa terhina karena akan ada masyarakat yang bersimpati jika ada yang menghinanya.
Baca Juga: Latihan Terhenti Akibat Covid-19, Kintan Mary Semangati Pembalap Indonesia
"Khawatirnya, bila dituangkan dalam produk aturan, ada kemungkinan salah langkah yaitu aturan ini menjadi aturan karet. Yang sejatinya bukan penghinaan dipaksakan untuk menjadi penghinaan atas nama kepentingan. Semoga tidak," Tedjo berharap.