Suara.com - Ketegangan antara warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi dan tambang emas Tumpang Pitu kembali mencuat. Kali ini aparat menuntut tenda perjuangan warga dibubarkan dengan dalih antisipasi Covid-19.
"Sudah lama warga protes tambang emas Tumpang Pitu di sana. Sampai warga mendirikan tenda perjuangan. Nah tendanya ini disuruh bongkar sama polisi dan warga dilarang kumpul-kumpul karena isu Covid-19" kata musisi Herry Sutresna atau Ucok, saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Jumat (27/3/2020).
"Menurut warga, jika harus begitu maka operasi tambang juga harus dihentikan, karena sejauh ini truk tambang dan pekerja-pekerja tambang masih ramai berkumpul dan keluar-masuk desa," tambahnya.
Hal tersebut membuat warga memblokir jalan sebagai bentuk protes dengan menghadang truk yang kemudian dibubarkan aparat.
Baca Juga: Satu Pemain Persib Positif Corona, Dokter Tim Lakukan Hal Ini
Selain Ucok, sebuah rilis terkait persoalan ini juga ditulis oleh LSM Walhi Jatim melalui akun Instagramnya.
"Pada 27 Maret 2020 warga Tolak Tambang Emas Tumpang Pitu dan Salakan melakukan aksi blokir jalan di pertigaan Lohwi Desa Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi. Kurang lebih 100 orang melakukan aksi damai ini" tulis pihak Walhi.
Menurut LSM Walhi, aksi bermula saat pemerintah Kecamatan Pesanggaran mendesak warga untuk menutup tenda perjuangan. Seperti yang dinyatakan Ucok, warga menolak karena tenda diminta tutup namun aktivitas tambang emas Tumpang Pitu masih tetap berjalan.
"Maka, terjadi satu perspektif yakni ketidakadilan, ini yang menjadi landasan warga," tulis pihak Walhi.
"Pihak kepolisian membubarkan aksi tersebut, kurang lebih pada pukul 16.00 WIB. Dan, pembubaran tersebut diwarnai dengan tindakan intimidasi," tambah admin akun tersebut.
Baca Juga: Masuk Zona Merah Virus Corona, Jember Masih Ragu Naikan Status KLB
Penolakan terhadap tambang emas Tumpang Pitu dan sekitarnya yang dikelola PT Merdeka Copper Gold (Tbk) melalui dua anak usahanya, PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI), memang mendatangkan dampak ekonomi bagi masyarakat yang direkrut jadi pekerja. BSI juga menjalankan program CSR di bidang pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur desa.
Namun di sisi lain, seperti yang dikutip dari Suara Jatim, industri tambang menimbulkan konflik sosial dan dampak lingkungan jangka panjang.
Sejak produksi tambang emas dimulai 2016-2017, beberapa kali terjadi konflik antara warga penolak tambang, perusahaan, dan aparat keamanan penjaga tambang.
Bahkan sejumlah warga penolak tambang dipenjara dengan tuduhan perusakan dan penyebaran paham komunisme. Konflik sosial dan dugaan pelanggaran HAM atas lingkungan yang sehat sedang diinvestigasi Komnas HAM.
Dengan dibangunnya tambang emas tersebut, wilayah resapan air juga berkurang drastis karena kawasan gunung yang dulunya hutan lindung telah tereksploitasi dan tak mungkin bisa direklamasi. Warga juga terancam kehilangan tempat perlindungan dari tsunami karena gunung dan perbukitan telah dan akan dieksploitasi untuk tambang.
Atas dasar itulah, warga menolak tambang yang hanya menguntungkan kalangan elit dan pengusaha serta merusak ekosistem alam dalam jangka panjang.
Warga memilih mempertahankan ekosistem alam yang manfaatnya dirasakan seumur hidup, daripada tambang yang manfaatnya terbatas oleh waktu dan hanya dirasakan segelintir orang.