Suara.com - Pemerintah Kota Tegal menetapkan kebijakan local lockdown pada Rabu (25/3/2020). Kebijakan tersebut dilakukan setelah adanya pasien dalam pengawasan (PDP) yang diisolasi di RSUD Kardinal Tegal, dinyatakan positiv Covid-19.
Sejumlah warga asal Tegal yang merantau ke sejumlah daerah di Indonesia mengaku tak setuju dengan kebijakan Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono.
Salah satu warga asal Tegal yang tinggal di Lombok, Arief Sofyan Ardiansyah atau akrab disapa Ivan menilai kebijakan lockdown di Tegal terlalu berlebihan. Kata Ivan seharusnya Pemkot Tegal menekankan warganya untuk menjaga jarak atau social distancing.
"Kalau lockdown itu terlalu berlebihan. Kemungkinan kalau saya sih lebih ke social distancing aja," ujar Ivan kepada Suara.com, Jumat (27/3/2020).
Baca Juga: Ngotot Buka saat Wabah Corona, 3 Tempat Karaoke di Kudus Disegel Aparat
Pemkot Tegal kata Ivan seharusnya membentuk Satgas Anti Covid-19 di setiap desa atau kecamatan.
"Yang perlu dilakukan sebenarnya pembentukkan Satgas anti Corona. Mungkin bisa dibentuk dilevel desa kecamatan," ucap dia.
Ivan menuturkan, Satgas Anti Covid-19 nantinya memiliki peran untuk melakukan pemeriksaan kepada masyarakat. Tugas Satgas Anti Covid-19, kata Ivan di antaranya mencegah kepanikan masyarakat akibat kelangkaan bahan pokok.
"Satgas ini akan berperan untuk melakukan pemeriksaan terhadap masyarakat kemudian, yang paling penting adalah mencegah terjadi kepanikan sosial akibat kelangkaan bahan pokok.
Selain itu, Satgas Anti Covid-19 juga berperan memastikan ketersediaan bahan pokok dan memastikan warga melakukan aktivitas di rumah. Karenanya, warga tak perlu ke luar rumah dan menunggu pembagian bahan pangan oleh Satgas Anti Covid-19.
Baca Juga: Pasien Positif Corona Tembus 1.046 Orang, Mulai Jaga Jarak 1,5 Meter
"Jadi nanti satgas ini bersama masyarakat termasuk memastikan koperasi, memastikan bahan pokok, kemudian memastikan social distance. Jadi masyarakat enggak perlu keluar buat cari bahan pangan tetap di rumah saja, tetapi social distance, tapi bahan pangannya di-bagiin oleh Satgas ini," kata Ivan.
Justru kata Ivan jika Pemkot menerapkan lockdown, akan sangat berdampak pada perekonomian di Tegal. Selain itu juga kata dia kebijakan karantina wilayah itu tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat.
"Kalau lockdown itu terlalu bahaya juga buat ekonomi soalnya. Karena Kota Tegal hidup dari perdagangan dan enggak sesuai dengan kebijakan pak Jokowi," kata dia.
Lebih lanjut, Ivan menuturkan Pemerintah Kota juga harus menyiapkan rencana lain selain melakukan lockdown.
"Lebih ke sebelum mencabut lockdown ini, kebijakan lockwon kebijakan yang untuk
menopangnya harus sudah siap. Jadi kemungkinan dipersiapkan plan B nya saja. Jadi jangan cuma lockdown saja tapi plan B juga harus jalan," katanya.
Hal yang sama dikatakan pemuda asal Tegal yang tinggal di Demak, Brian Halimawan Radityo. Brian menilai kebijakan lockdown di Tegal terkesan terburu-buru meski hal tersebut sudah mempertimbangkan berbagai hal.
"Kalau menurut saya, ini terkesan terburu-buru. Memang mungkin ini sudah menjadi keputusan dari Pemkot Tegal dengan berbagai pertimbangan dan alasan," ucap Brian.
Namun demikian, pemuda yang berprofesi sebagai pengacara ini, mempertanyakan apakah kebijakan tersebut sudah berdasarkan asas kemanfaatan kebahagiaan masyarakat Tegal.
Sebab kata dia, kebijakan lockdown bisa dianggap bertentangan dengan Undang-undang tentang pemenuhan hak konstitusi warga dan tidak ada jaminan distribusi kebutuhan hidup dasar masyarakat Tegal.
"Tapi apakah Pemkot Tegal sudah mempertimbangkan asas kemanfaatan atau kebahagiaan kepada masyarakat? Dalam penyataan local lockdown Wali Kota Tegal bisa dianggap bertentangan dengan undang-undang, serta telah mengabaikan pemenuhan-pemenuhan hak-hak konsitutusi warga masyarakatnya dan terkesan tidak mempertimbangkannya," kata dia.
"Hal tersebut dikarenakan tidak diimbangi dengan kebijakan atau solusi yang baik sebagai jaminan dan distribusi kebutuhan hidup dasar warga masyarakatnya," sambungnya.
Karena itu, ia menyayangkan keputusan Wali Kota Dedy Don tersebut. Ia menegaskan seharusnya keputusan yang diambil harus komprehensif dan mengutamakan kemanfaatan dan kebahagian warganya.
"Menurut saya ini sangat disayangkan. Semestinya setiap keputusan pemimpin haruslah komprehensif, dengan berbagai pertimbangan dan mengutamakan asas kemanfaatan yang dapat memberikan kebahagiaan bagi masyarakat serta patuh terhadap peraturan perundang-undangan," kata dia.
Sementara itu, Rizki Arifiani alias Kiki mengaku setuju dengan keputusan Pemkot Tegal yang menerapkan lockdown.
Menurut gadis yang berprofesi sebagai wartawati di salah satu media di Sulawasi Tenggara ini, masyarakat sekarang ini banyak yang keras kepala dan tidak mau mendengarkan imbauan dari pemerintah seperti masih tetap berkumpul dan lain-lain.
"Setuju setuju sih, soalnya masyarakat kita itu tuman alias keras kepala. Kalau enggak digituin terlalu santuy," ucap Kiki yang tinggal di Jakarta.
Kiki mengatakan jika Pemerintah Tegal tidak menangani serius satu pasien positif dan tidak bergerak cepat, ia khawatir jumlah warga yang terjangkit virus tersebut akan bertambah.
Ia pun optimis Pemkot Tegal sudah menyiapkan logistik kepada warganya.
"Apalagi Tegal itu kota kecil, walaupun cuma satu yang positif kalau nggak ditangani serius bisa merambah. Kalau urusan logistik lockdown aku sih optimis Pemda bisa. Soalnya cukup kaya kota Tegal," katanya.