Suara.com - Laki-laki yang terinfeksi corona lebih banyak yang meninggal daripada perempuan. Pernyataan tersebut berdasarkan tren yang terjadi di beberapa negara dengan persebaran wabah Covid-19 terburuk.
Mengalihbahasakan dari The Guardian, 2,8 persen laki-laki di China yang terinfeksi corona dinyatakan meninggal dunia. Sementara perempuan hanya sekitar 1,7 persen saja.
Fakta bahwa laki-laki yang terinfeksi lebih banyak dari perempuan juga terjadi di Prancis, Jerman, Iran, Italia, Korea Selatan, dan Spanyol.
Di Italia, kasus meninggal per Jumat (27/3/2020) adalah 8.215, 71 persen di antaranya adalah laki-laki. Sementara sebuah data yang dirilis di Spanyol pada Kamis (26/3/2020), menyatakan bahwa laki-laki yang meninggal akibat corona jumlahnya dua kali lipat daripada perempuan.
Baca Juga: Imbas Corona, Butik Ivan Gunawan Alami Penurunan Omzet
"Jawaban jujurnya adalah tidak ada di antara kita yang tahu persis apa yang menyebabkan perbedaan itu," kata Direktur Pusat UCL untuk Gender dan Kesehatan Global, Prof Sarah Hawkes.
Meskipun jawaban tepatnya belum muncul, namun para peneliti menyatakan bahwa mungkin ada beberapa hal yang membuat perbedaan jumlah angka kematian berdasar jenis kelamin.
Rokok
Memasukkan rokok sebagai salah satu sebab mengapa banyak laki-laki yang meninggal daripada perempuan memang agaknya bias gender. Toh, tak sedikit perempuan yang juga merokok.
Namun jika dilihat data dari China, 50 persen laki-laki di China merupakan perokok aktif. Sementara perempuan hanya berkisar 2 persen saja.
Baca Juga: Cadangan Nasional Tinggal 19 Ribu, Ini Daerah yang Sudah Dapat Bantuan APD
Merokok disebut menurunkan kesehatan paru-paru yang berkontribusi membuat kondisi laki-laki perokok terinfeksi Covid-19 menjadi lebih buruk.
Hipotesis merokok didukung oleh sebuah makalah yang diterbitkan bulan Februari 2020 lalu. Makalah tersebut menyatakan, bahwa 12 persen perokok mengalami infeksi corona ringan. Sementara 26 persen berakhir dalam kondisi buruk bahkan meninggal.
Merokok juga bisa menjadi penular, sebab para perokok lebih banyak menyentuh bibir mereka.
Meskipun begitu, persoalan merokok masih diragukan sebagai penyebab mengapa laki-laki yang terinfeksi corona lebih banyak meninggal daripada perempuan. Hal tersebut bisa dilihat pada kasus Italia di mana perokok laki-laki sekitar 28 persen dan perempuan 19 persen.
Perbedaan perokok laki-laki dan perempuan di Italia tidak terlalu tinggi namun perbedaan jumlah kematian sama tingginya dengan China.
Oleh karena itu, para peneliti juga meyakini bahwa ada faktor lain yang membuat pasien laki-laki lebih banyak yang meninggal. Meskipun mereka meyakini rokok bisa menjadi salah satu sebab.
Faktor Biologis
Ada kepercayaan yang berkembang di antara para ahli bahwa faktor biologis juga berperan dalam bertahan atau meninggal saat terinfeksi corona.
“Pengamatan yang meningkat tentang peningkatan mortalitas pada pria terus terjadi di China, Italia, dan Spanyol. Kami melihat ini di berbagai negara dengan budaya yang sangat beragam," kata profesor Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins, Sabra Klein.
“Ketika saya melihatnya, itu membuat saya berpikir bahwa pasti ada sesuatu yang universal yang berkontribusi terhadap ini. Saya tidak berpikir merokok adalah faktor utama," tambahnya.
Penelitian sebelumnya yang juga dilakukan oleh Klein mengungkapkan bahwa laki-laki memiliki respon kekebalan antivirus bawaan yang lebih rendah terhadap berbagai infeksi termasuk hepatitis C dan HIV.
"Sistem kekebalan tubuh mereka (laki-laki) mungkin tidak memulai respons yang tepat ketika awalnya bersinggungan dengan virus," kata Klein.
Hormonal
Hormon estrogen yang banyak dimiliki perempuan disebut bisa meningkatkan antivirus pada sel-sel imun, meskipun laki-laki juga memiliki hormon tersebut.
Selain itu, gen yang mengatur sistem kekebalan tubuh dikodekan pada kromosom X. Perempuan memiliki dua X sementara laki-laki hanya satu X saja.
Oleh karena itu, para peneliti berasumsi bahwa beberapa gen yang mampu merespons kekebalan tubuh lebih aktif pada perempuan daripada laki-laki.
Perbedaan jenis kelamin dalam respon imun terhadap Covid-19 cenderung muncul dalam survei antibodi yang saat ini sedang berlangsung di seluruh dunia. Sabra Klein mengatakan, bahwa dia sudah memeriksa penelitian tentang hal tersebut dari tim peneliti China.
"Kita berharap lebih banyak penelitian tentang ini (perbedaan jumlah kematian laki-laki dan perempuan) segera," katanya.
Pada akhirnya, Sarah Hawkes menyatakan baik biologis maupun gaya hidup akan memainkan pengaruh dalam kasus tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, baru ada 6 dari 20 negara yang melaporkan data Covid-19 secara luas dan detail.
"Inggris dan AS tidak ada di sana, mereka punya datanya tapi tidak disajikan," kata Hawkes.