Cegah Corona di Penjara, Ini 7 Rekomendasi Koalisi Pemantau Peradilan

Jum'at, 27 Maret 2020 | 11:51 WIB
Cegah Corona di Penjara, Ini 7 Rekomendasi Koalisi Pemantau Peradilan
Ilustrasi penjara. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Koalisi mencatat beberapa solusi mengenai masalah penahanan di tengah kondisi pandemi. Selain itu, masalah penahanan dalam perubahan KUHAP ke depan, perlu memastikan adanya mekanisme kontrol dan pengawasan yang lebih ketat dan detail terkait penahanan, hal ini bisa dimulai dengan mamasukkan sistem hakim pemeriksaan pendahuluan (judicial scrutiny) dalam Rancangan KUHAP.

Koalisi memberikan beberapa rekomendasi pada Menkumham dan APH agar penanganan tahanan di tengah pandemi Covid-19 dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan KUHAP dengan tetap mengutamakan keselamatan para tahanan;

Pertama, dalam melakukan penahanan, APH perlu memperhatikan ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang menyebutkan penahanan hanya dapat dilakukan terhadap pelaku tindak pidana dengan ancaman penjara 5 tahun atau lebih. Selain itu, APH perlu memastikan bahwa penahanan memenuhi syarat jika ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana. Penahanan harus dilakukan dengan selektif, jika tersangka/terdakwa tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka ia tidak perlu ditahan.

Kedua, penahanan tidak perlu dilakukan terhadap pelaku tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, dan tindak pidana yang tidak melibatkan kekerasan. APH dapat memanfaatkan semaksimal mungkin mekanisme penahanan alternatif, misalnya mekanisme jaminan dalam KUHAP yang memperbolehkan tersangka/terdakwa tidak perlu ditahan.

Baca Juga: Ilmuwan Desak Pemerintah Tutup Kunjungan Penjara dan Panti Wreda

Ketiga, untuk tahanan yang harus ditahan karena memenuhi syarat Pasal 21 ayat (4) KUHAP, opsi selain penahanan rutan harus dimaksimalkan sebisa mungkin. Pasal 22 KUHAP memberikan opsi tahanan rumah dan tahanan kota, yang memungkinkan tahanan tidak ditempatkan di dalam rutan, maupun tempat penahanan kepolisian, atau kejaksaan yang dinilai sama-sama memiliki risiko terhadap penyebaran Covid-19.

"Penahanan rumah dan kota dapat diberikan dengan mempertimbangkan tempat tinggal yang jelas dan pekerjaan sehari-hari yang tidak memungkinkan seseorang meninggalkan kota tempat tinggalnya. Dalam situasi ini, proses hukum tetap berjalan dan putusan berupa penjara bisa dilaksanakan setelah pandemi usai," terangnya.

Keempat, APH harus memaksimalkan penggunaan mekanisme penangguhan penahanan maupun pembantaran untuk mereka yang membutuhkan perawatan dan pendampingan medis. Selain itu, dibutuhkan adanya mekanisme rujukan ke fasilitas kesehatan terdekat untuk melakukan isolasi, karantina, atau tindakan medis lainnya bagi tahanan yang terdampak.

Kelima, dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi seperti: tidak adanya kemungkinan menghilangkan barang bukti karena sudah diperiksa maupun sudah disita sejak awal pemeriksaan. Kemudian tidak adanya kemungkinan melarikan diri karena memiliki pekerjaan sehari-hari atau tempat tinggal tetap.

Tahanan yang sudah habis masa tahanannya harus segera dikeluarkan dan tidak diperpanjang.

Baca Juga: Bercanda Mengaku Terinfeksi Corona, Pria Amerika Terancam 7 Tahun Penjara

"Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah penghuni yang ada sehingga pencegahan COVID-19 dapat dilakukan dengan efektif sesuai dengan kemampuan rutan atau lapas," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI