"Masa tugas Kompol Rossa pun baru berakhir pada September mendatang dan dia juga tidak pernah dijatuhi sanksi apapun di KPK," kata Kurnia.
Selanjutnya, masalah pimpinan KPK juga dianggap tidak serius mengejar buronan Harun Masiku. Yakni, soal rencana KPK yang mau menggunakan metode in absentia alias tanpa menghadirkan terdakwa dalam kasus suap Harun.
"Akan tetapi jika dilihat lebih detail pada bagian penjelasan maka niat dari Komisioner KPK itu keliru. Sebab, metode menyidangkan perkara korupsi tanpa kehadiran terdakwa hanya dimungkinkan ketika terkait langsung dengan kerugian negara. Sedangkan perkara yang menjerat Harun Masiku merupakan tindak pidana suap," kata dia.
Berdasarkan catatan yang turut menjadi sorotan ICW, yakni jumlah penindakan yang dilakukan oleh KPK menurun drastis. Data itu menyebutkan sejak tahun 2016-2019 lembaga antirasuah itu telah melakukan tangkap tangan sebanyak 87 kali dengan total tersangka 327 orang.
Baca Juga: Disebut Tak Punya Prestasi, ICW: Lebih Baik Firli Bahuri Mundur dari KPK
"Kepemimpinan Firli Bahuri, KPK baru melakukan dua kali tangkap tangan yakni melibatkan Komisioner KPU RI dan Bupati Sidoarjo. Bukan murni dimulai oleh lima Komisioner KPK baru, namun sprindiknya sudah ada sejak era Agus Rahardjo cs," kata dia.
Kurnia juga menganggap kepemimpinan Firli Bahuri Cs, terlalu banyak melakukan pertemuan yang berpotensi mengikis nilai-nilai independesi dan etika pejabat KPK. Semenjak bulan Januari hingga Februari 2020, pimpinan KPK telah mendatangi 17 instansi negara.
Selain itu, KPK juga menerima kunjungan terhadap pimpinan MPR RI yang dianggap miliki perkara di KPK seperti Zulkifli Hasan dan Jazilul Fawaid.
"Ini jelas menggambarkan bahwa para Komisioner KPK tidak memahami pentingnya menjaga independensi kelembagaan. Dalih sosialisasi pencegahan tidak dapat diterima dengan akal sehat karena strategi pencegahan sudah jelas alur, pendekatan dan kebijakan-kebijakan teknisnya," kata Kurnia.
Catatan terakhir ICW, yakni soal penghentian 37 kasus yang masih tahap penyelidikan yang diumumkan KPK kepada publik. Menurutnya, seluruh perkara tersebut masih dimungkinkan dilanjutkan ke tingkat penyidikan jika nanti ditemukan bukti tambahan.
Baca Juga: Dinilai Langgar UU, ICW Bakal Gugat Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ke PTUN
"Tentu publikasi semacam tidak lazim. Dalam UU KPK, UU Tipikor, bahkan KUHAP sekali pun memang tidak pernah mengenal istilah publikasi penghentian di tingkat penyelidikan," kata dia.