Komnas HAM Sarankan Masyarakat yang Bandel Disanksi Denda Atau Kerja Sosial

Selasa, 24 Maret 2020 | 13:55 WIB
Komnas HAM Sarankan Masyarakat yang Bandel Disanksi Denda Atau Kerja Sosial
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam. (Suara.com/M. Yasir).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepolisian mengeluarkan maklumat bagi masyarakat yang masih membandel berkumpul atau mengadakan acara di tengah wabah Virus Corona (Covid-19) dengan ancaman penjara 1 tahun.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai hukuman yang diberikan bisa diganti dengan sanksi denda atau sanksi kerja sosial.

Choirul memandang, pemberian sanksi di tengah kondisi darurat Covid-19 memang dimungkinkan untuk diberikan kepada yang melanggar instruksi pemerintah agar bisa memutus rantai penyebaran Covid-19.

Namun menurutnya, pemberian saksi itu juga sebaiknya yang bisa menimbulkan solidaritas.

Baca Juga: Erick Thohir Pastikan BUMN-BUMN Ini Bakal Rugi Dihantam Corona

Ia menuturkan, apabila sanksi dengan hukuman penjara diberlakukan, justru harus melihat lebih jauh yakni penjara yang sudah penuh dan aktifitas pengadilan pun untuk sementara ditiadakan mengingat untuk mendukung penghentian penyebaran Covid-19.

Untuk itulah, Choirul menganggap sanksi yang paling memungkinkan untuk dilakukan ialah dua sanksi yang sudah disebutkan sebelumnya.

"Sanksi yang dimaksud bisa berupa sanksi denda atau sanksi kerja sosial," tutur Choirul dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/3/2020).

Menurut Choirul, sebaiknya dasar pemberian sanksi itu harus dibuat terlebih dahulu dan mekanisme kerjanya mesti terbuka. Tak lupa, prinsip dasar HAM bisa menjadi rujukan.

Di lain sisi, Choirul mengatakan bahwa langkah pemerintah dalam melakukan penanganan Covid-19 mesti jelas dan tidak boleh membuat masyarakat bingung.

Baca Juga: UN Ditiadakan karena Corona, Ujian Sekolah Bisa Dilakukan Tanpa Tatap Muka

Dasar ucapannya tersebut berangkat dari kebijakan yang diterapkan pemerintah saat ini dirasa belum utuh.

"Contoh nyata adalah upaya test rapid di beberapa daerah yang terlanjur diumumkan namun dibatalkan. Kondisi ini dapat menimbulkan ketidakpastian dan kepanikan," ujarnya.

Choirul pun memandang bahwa semestinya metodologi penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah harus memiliki standar yang jelas sebelum akhirnya dipublikasikan.

Poin penting yang harus diperhatikan juga ialah pembuatan kebijakan yang baru jangan sampai menimbulkan kontradiksi dengan kebijakan sebelumnya.

"Ini terjadi pada model tes rapid yang dibatalkan karena dilakukan secara kerumunan, padahal kebijakan utamanya adalah menghindari kerumuman," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI