Sebut Covid-19 sebagai Virus China Nuansa Komunis, Eks Menhut Dikecam

Selasa, 24 Maret 2020 | 13:10 WIB
Sebut Covid-19 sebagai Virus China Nuansa Komunis, Eks Menhut Dikecam
Cuitan Malem Sambat (MS) Kaban (twitter/hmskaban)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban menyebut virus corona sebagai virus China bernuansa komunis. Hal itu ia nyatakan melalui akun Twitter pada Senin (23/3/2020).

"Virus china covid-19 nuansa komunisnya ada, cirinya masjid mulai kosong jemaah, virus ini mesti dibasmi total, kuncinya Presiden Jokowi dan opung LBP kompak Lockdown RRC Komunis," tulis politikus Partai Bulan Bintang.

Ia menambahkan, "Mau sehat atau penyakit bertahan lama. Rakyat masih sabar belum ada tanda-tanda marah."

Cuitan itu mengundang komentar karena dianggap rasis oleh banyak warganet.

Baca Juga: Kukuh Tak Mau Lockdown Negara, Jokowi Fokus 3 Hal Ini

"Sama-sama rasis, sama-sama memanfaatkan bencana untuk kepentingan poliitik kelakuan @hmskaban memalukan," tulis akun @PartaiSocmed.

"Pak HMS Kaban yang terhormat, kami Katolik juga diminta tidak di gereja atau kumpul-kumpul untuk beribadah. Allah maha mengerti hati umat," tambah akun @ceciliasuwabda.

"Dulu di awal-awal mendirikan PBB, saya pikir Bung Kaban ini ada pintarnya. Tapi sekarang makin kelihatan bodohnya. Masa virus punya ideologi komunis. Negara kapitalis seperti Italia minta bantuan China. Negara Turki beli obat dari China. Banyak baca ya bung!"  sahut @rustamibrahui

Soal menyebut Covid-19 sebagai virus China, WHO telah mengimbau untuk tidak menstigmatisasi bahwa corona adalah virus China, khususnya Wuhan.

Stigamatisasi ini dilarang karena dianggap bisa menimbulkan rasisme dan diskriminasi pada orang-orang Asia, khusunya China.

Baca Juga: Satu ASN Positif Corona, Gedung Kantor Dishub Jatim Lockdown

Fatwa MUI

Pada Senin (16/3) lalu, MUI telah mengeluarkan fatwa terkait dengan penyelenggaraan ibadah di tengah merebaknya wabah virus Corona atau Covid-19.

Secara garis besar, dalam fatwa itu MUI meminta kepada masyarakat untuk beribadah di rumah masing-masing dan menghindari kerumunan.

Adapun ketentuan hukum di balik pembuatan fatwa tersebut ialah di mana setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit.

Oleh karena itu menghindari kerumunan dengan beribadah di rumah merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

Secara lebih khusus, fatwa MUI bernomor 14 Tahun 2020 itu terutama diarahkan kepada orang yang telah terpapar Covid-19, yang wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak ada penularan kepada orang lain.

Kemudian bagi orang yang sehat dan belum diketahui apakah sudah terpapar atau belum, namun berada di daerah yang potensi penularannya tinggi, dibolehkan meninggalkan salat Jumat atau salat lainnya di masjid, dan menggantinya dengan salat di rumah masing-masing.

Sedangkan untuk kawasan di mana sebaran infeksi corona mulai tak terkendali dan mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan salat Jumat maupun salat berjamaah lainnya di tempat ibadah di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI