Namun, seorang pakar vaksin di Shanghai, Tao Lina, mengatakan bahwa China akan merasa 'kehilangan muka' jika orang Amerika mengalahkan mereka dalam menemukan vaksin ini.
"Hasil penelitian klinis China muncul sedikit lebih awal dari yang saya perkirakan, meskipun saya percaya dosis pertama vaksin rekombinan telah disuntikkan ke tubuh Chen dan beberapa rekan satu timnya," kaya Tao.
Tao merujuk pada foto-foto yang telah beredar di platform media sosial WeChat yang menunjukkan Chen tengah disuntik vaksin tersebut.
Chen mengembangkan vaksin rekombinan dengan menggunakan virus atau bakteri yang tidak berbahaya, kemudian mempertemukannya dengan materi genetik patogen ke dalam tubuh untuk membangun kekebalan.
Baca Juga: Imbas Merebak Virus Corona, KPU Gunungkidul Tunda Tahapan Pilkada
Pengembangan rekombinan ini telah menuai pujian karena terbukti membantu menangani wabah Ebola pada 2014-2016 lalu.
Selain itu, Chen juga mengembangkan semprotan hidung untuk melindungi pekerja medis selama wabah SARS pada tahun 2002.
Pada Selasa (17/3/2020), produsen vaksin CanSino Biologic yang bekerja sama dengan tim penelitian Chen Wei mengatakan telah mulai mencari sukarelawan untuk berperan dalam uji coba klinis ini.
"Sebuah uji klinis mungkin perlu waktu beberapa bulam atau bahkan satu tahun, yang membutuhkan kerja sama erat antara laboratorium dan sukarelawan. Perwira Militer lebih mudah melakukannya dilihat dari dedikasi mereka," kata Tao.
Seorang pensiunan sejarawan militer yang berbasis di Beijing mengatakan, CMC mendukung penelitian dari akademi militer tersebut agar vaksin bisa ditemukan secepat mungkin.
Baca Juga: Blok M, Kemang hingga Gajah Mada Jadi Target Polisi Razia Cegah Corona
"Mereka perlu melakukan tes manusia lebih awal, karena itu satu-satunya jalan pintas tersebut. Semua staf laboratorium MMS bahkan berseloroh bahwa mereka adalah 'tikus lab' dari penelitian tersebut. Mereka adalah manusia pertama yang menguji vaksin tersebut," kata sejarawan tersebut.