Belajar Online di Tengah Corona, Ada Siswa Mengeluh Tensi Darah Naik

Kamis, 19 Maret 2020 | 20:59 WIB
Belajar Online di Tengah Corona, Ada Siswa Mengeluh Tensi Darah Naik
Komisioner KPAI, Retno Listyarti. (Suara.com/Lilis Varwati)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sejumlah sekolah meniadakan aktivitas belajar mengajar di sekolah selama dua pekan sebagai bentuk pencegahan penyebaran virus Corona (Covid-19). Dengan begitu, pihak sekolah pun membuat kebijakan belajar dari rumah dengan memanfaatkan teknologi.

Online learning, salah satu istilah yang menggambarkan sistem belajar secara virtual di mana guru tetap mengajar melalui sambungan video ataupun media lainnya. Kebijakan itu mulai aktif pada Senin, 16 Maret 2020.

Akan tetapi, kebijakan online learning itu tidak seluruhnya mendapatkan reaksi positif baik dari orang tua maupun siswanya sendiri. Bahkan mereka mengadukannya kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Pertama, soal kemampuan akses dan kuota internet siswa yang berbeda-beda. Salah satu pengadu menceritakan bahwa dirinya terpaksa tetap membuat kerumunan di rumah karena teman-temannya yang memiliki hambatan dari segi kuota dan akses internet. Hal tersebut tentu ke luar dari tujuan kebijakan awalnya yang mendukung penjagaan jarak antara satu sama lain atau social distance.

Baca Juga: KPAI Sebut Satu TK di Jakarta Belum Libur, Ini Kata Disdik DKI

"Akhirnya, jadi bertemu banyak orang juga, padahal niatnya merumahkan anak-anak agar tidak berkontak dengan banyak orang, yang justru terjadi malah terpaksa belajar berkelompok karena masalah kuota dan akses internet," demikian yang diceritakan Komisioner KPAI Retno Listyarti melalui keterangan tertulisnya, Kamis (19/3/2020).

Kemudian cerita pengadu lainnya dari Jakarta mengatakan kalau gurunya memberikan tugas untuk membuat film pendek dengan maksimal pengerjaannya dua hari. Setelah selesai, film pendek itu harus diunggah di media sosial dan harus mendapatkan minimal 200 like dari penonton.

Katanya, membuat film pendek yang melewati proses editing tidak bisa diselesaikan dalam waktu dua hari. Apalagi tugas yang ia terima bukan hanya itu saja. Ia juga mendapatkan tugas dari guru lain dan harus dikumpulkan pada hari itu juga.

Berbeda dengan itu, seorang siswa kelas X di salah satu SMA di Kuningan, Jawa Barat mengeluh karena tensi darahnya naik karena mendapatkan banyak tugas dan dikerjakan menggunakan telefon genggam. Siswa itu merasa mendapatkan tugas online yang lebih berat bobotnya ketimbang tugas di sekolah.

"Sejak belajar di rumah tugasnya melebihi seperti sekolah, sampai tensi saya naik bapak, ibu, 180/100, padahal usia saya masih 16 tahun, tapi anak seeumuran saya sudah kena darah tinggi, tensi saya naik karena saya menghadap ke telepon genggam terus selama berjam-jam untuk mengerjakan tugas-tugas,” ujarnya.

Baca Juga: KPAI Minta Sekolah Diliburkan, Pemkot Bekasi: Kami Tidak Meliburkan

Pengadu dari Jakarta menceritakan bahwa gurunya memberikan tugas membuat film pendek dengan waktu hanya 2 hari dan harus diupload dengan minimal mendapatkan 200 like. Padahal membuat film sampai proses edit tidak mungkin 2 hari, apalagi dengan kondisi guru bidang studi lain juga memberikan berbagai tugas yang bahkan wajib di selesaikan hari itu juga.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI