Suara.com - Indonesia yang sebelumnya mengklaim tidak menemukan adanya kasus virus Corona, kini mulai mencatat penambahan jumlah korban yang signifikan. Catatan soal adanya korban virus Corona dan yang meninggal pertama kali disampaikan Rabu (11/3/2020) lalu. Pada waktu itu pemerintah melansir hanya ada 1 korban meninggal, 2 dinyatakan sembuh. Tapi setelah itu jumlahnya terus bertambah.
Pada 13 Maret, jumlah korban meninggal menjadi 4 orang. Keesokan harinya, jumlahnya bertambah menjadi 5 orang, dan sebanyak 7 orang pada 17 Maret. Berdasarkan data terakhir yang dirilis juru bicara pemerintah Rabu (18/3) kemarin, jumlah korban meninggal sudah melonjak drastis menjadi 19 orang. Jumlah korban yang positif virus 227 orang, yang sembuh 11 orang.
Penambahan jumlah secara signifikan ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Pada saat korban meninggal dikatakan ada 7 orang, sebenarnya jumlahnya lebih dari itu karena sejumlah daerah mencatat ada pasien yang meninggal karena virus yang belum ada vaksinnya. Namun pejabat pemerintah daerah mengaku tak mau membuka data soal itu karena ada perintah dari pemerintah pusat.
Kesimpangsiuran informasi antara yang terjadi di lapangan dengan yang disampaikan juru bicara resmi pemerintah pusat ini menimbulkan kebingungan publik dan mungkin juga memicu ketidakpercayaan, karena mengesankan ada sesuatu yang hendak ditutup-tutupi. Selain simpang siur soal jumlah penderita, pemerintah juga tidak transparan dalam menyebutkan lokasi sebaran penderita Covid-19.
Baca Juga: Korban Meninggal Positif Virus Corona RI 25 Orang, 309 Terinfeksi
Melihat ketidakjelasan dan kesimpangsiuran informasi saat virus Corona makin luas penyebarannya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) meminta pemerintah lebih transparan dalam menyampaikan informasi soal Covid-19.
Sikap transparan itu bisa ditunjukkan dengan memberikan data terbaru secara reguler kepada publik tentang jumlah korban Covid-19 yang masih dalam pengawasan, positif, meninggal dan sembuh. Pemerintah juga perlu membuka riwayat perjalanan pasien positif Covid-19, menyediakan peta sebaran, dan mengumumkan pejabat publik yang positif Covid-19.
Untuk menghindari kesimpangsiuran data, pemerintah juga perlu menyamakan data dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara terus menerus.
"Transparansi ini penting untuk memberitahu publik agar memahami bahaya virus ini sehingga bisa berhati-hati dan berusaha tidak menjadi korban berikutnya," kata Abdul Manan, Ketua Umum AJI Indonesia dalam siaran persnya hari ini, Kamis (19/3/2020).
Manan menyampaikan, semua informasi tersebut hendaknya disediakan dan didistribusikan secara meluas, serta mudah diakses oleh publik, termasuk oleh kelompok difabel dan pendamping mereka.
Baca Juga: Alat Tes Cepat Virus Corona Impor dari Cina Akhirnya Masuk Indonesia
Selain itu pemerintah dinilai perlu bersikap terbuka dalam menangani krisis ini, dengan menyampaikan kondisi sebenarnya tentang kesiagaan, kebijakan yang dibuat, dan kendala yang dihadapi.
"Termasuk juga kesediaan untuk mendengarkan masukan publik, ahli kesehatan, serta bantuan dari negara lain dalam menghadapi virus Corona," ujar dia.
Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Revolusi Riza menambahkan, pemerintah juga perlu memberitahu publik segera jika ada informasi terbaru. Langkah ini dimaksudkan untuk menanggulangi penyebarluasan informasi di masyarakat, yang bisa jadi belum tentu kebenarannya.
Jika pemerintah konsisten melakukannya, itu akan menjadi investasi kepercayaan yang penting bagi pemerintah.
"Publik akan percaya pemerintah bila segera memberitahu jika ada perkembangan baru, sehingga tak ada kebutuhan untuk mempercayai sumber informasi yang lain," kata Revolusi.
Pemerintah perlu memiliki prosedur yang jelas dan mengumumkannya kepada publik tentang tata cara pemeriksaan Covid-19 bagi yang merasa memiliki gejala terinfeksi virus ini. Termasuk memastikan kesiapan dari fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit dan lainnya yang menjadi rujukan untuk pemeriksaan.
Hingga saat ini, publik masih mendapatkan informasi yang berbeda mengenai langkah yang harus dilakukan untuk pemeriksaan di fasilitas layanan kesehatan.