"Kalau kita bicara preanalisis, kita bicara sampel belum masuk lab. Saat sampel masih berada di fasilitas kesehatan (faskes). Karena Faskes ini yang ambil sampel. Ini audit yang pertama. Harus diaudit, Litbangkes ini menerima sampel dari mana saja," ujar Ahmad.
Pengambilan sampel pun harus menjadi perhatian. Panduan dari Kemenkes, sampel diambil dari dahak, swab nasofaring atau rongga hidung, swab tenggorokan, dan kemudian Bronchoalveolar Lavage (BAL).
Audit akan melihat apakah sampel yang diambil sudah dikirimkan dalam keadaan utuh. Ahmad menjelaskan virus corona materi genetiknya dalam bentuk RNA bukan DNA. "Materi genetik ini lebih rentan dan mudah rusak," ujarnya.
Menurut panduan dalam test kit Corona yang dibuat Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, untuk mencegah kerusakan, spesimen harus disimpan dalam suhu 4 derajat Celcius dan sampai ke laboratorium 16 jam setelah diambil.
Baca Juga: Tak Gentar Ada Wabah Corona di Jogja, Objek Wisata di Bantul Tetap Dibuka
"Sampai di laboratorium harus dicek lagi. Bagaimana kondisi sampel. Masih 4 derajat atau tidak?" ujar Ahmad.
Setelah diterima laboratorium, proses analisis kemudian dilakukan. Menurut Ahmad, Kemenkes harus membuka jenis test kit yang digunakan. Membuka test kit yang digunakan ujar Ahmad penting jika nantinya terjadi kekeliruan. Kalau Kemenkes secara teknis bisa memastikan mematuhi petunjuk dan prosedur pemakaian test kit artinya tanggung jawab berada di manufakturnya.
Selesai fase analisis, hasilnya akan masuk dalam proses laporan dan interpretasi. "Ini relatif lebih gampang," ujar peraih beasiswa postdoctoral dari Harvard Medical School dan Brigham and Women Hospital, Boston, AS itu.
Ahmad menyatakan hasil audit nantinya bisa dijadikan bahan pelajaran bagi laboratorium rujukan yang akan ditunjuk kemudian.
Baca Juga: Fakta yang Harus Kamu Ketahui Tentang BBTKLPP Jogja, Salah Satu Lab Corona