Suara.com - Panic buying membeli segala macam barang kebutuhan sehari-hari terjadi saat beberapa negara di daratan Eropa mengumumkan kebijakan melakukan self-isolation, karantina, sampai lockdown menghadapi pandemi Novel Coronavirus atau COVID-19. Mulai Italia, Spanyol, sampai Britania Raya--yang berada di British Isles, terpisah dari Benua Eropa atau The Continent--suasana ini terasa sejak pekan lalu.
Namun, alih-alih ikut serta dalam situasi panic buying kebutuhan sehari-hari seperti negara-negara di sekitarnya, warga Kerajaan Belanda menunjukkan prioritas soal persiapan lockdown. Dan hal ini disorot serta trending di pelbagai media Benua Eropa.
Berdasarkan pengumuman pemerintah, kebijakan pemerintah Kerajaan Belanda adalah menutup kafe, restoran, klub tontonan dewasa, mulai pukul 18.00 waktu setempat pada 15 Maret 2020 dan berlaku efektif sampai 6 April 2020, demikian dikutip dari France 24.
Alih-alih berburu kebutuhan yang diperlukan selama karantina mandiri, para pengguna ganja atau cannabis rela mengantri dengan tertib untuk mendapatkan barang kebutuhan mereka--yang tidak masuk kelompok grocery.
Baca Juga: Best 5 Otomotif Pagi: Rider MotoGP Ajak Social Distancing, Ban Warna Hitam
"Tetap saja mereka "Keep Calm and Carry On" (motto ini terkenal sebagai pembangkit semangat bagi warga Britania Raya dalam Perang Dunia II menghadapi Jerman), mengantri secara tertib di pelbagai kedai kopi yang di Negeri Belanda, pada Hari Minggu (15/3/2020), tanpa peduli adanya ancaman Coronavirus," demikian tulis France 24.
Para pelanggan ini berbaris tertib dan mencoba saat-saat terakhir kesempatan kedai kopi atau cafe masih buka, sampai tenggat waktu mesti tutup sehubungan peraturan pemerintah setempat.
"Pasalnya, selama dua bulan ke depan mungkin saja kami tidak bisa menjumpai ganja, jadi di sepanjang waktu yang tersisa ini kita mencoba mendapatkannya, paling tidak punya sedikit stok di rumah," papar Jonathan, salah seorang warga Belanda, di luar cafe Point, Den Haag, kepada AFP.
"Seorang teman dekat memberitahukan soal lockdown ini, dari berita konferensi pers dari Menteri Kesehatan dan Pendidikan di televisi, sekitar lima menit lalu. Lantas saya bergegas ke sini," imbuhnya.
Kondisi antrian membeli ganja seperti pengalaman Jonathan, juga bisa ditemui di seantero Negeri Belanda pada pekan lalu. Dan bisa ditengok lewat media sosial pula, betapa antrian mengular panjang di seluruh kafe, mulai Ibu Kota Amsterdam, sampai kota pelajar dengan universitas kondang, Utrecht.
Baca Juga: Best 5 Otomotif Pagi: Harley-Davidson Sepuh Emas, Ari Wibowo Naik Ducati
Senada diungkap Metro UK, panic cannabis buyers rela mengantri sebelum lockdown nasional Negeri Belanda diberlakukan. Antrian terus terbentuk di depan kafe, di mana ketentuan negara ini melegalkan penjualan ganja.
Laman berikutnya, begini soal legalitas ganja di Negeri Belanda.
Secara teknis, ganja adalah ilegal di Negeri Belanda. Namun dibolehkan atau dideskriminalisasikan untuk kepemilikan di bawah lima gram (0,18 ons). Aturan ini merujuk kepada Kebijakan Toleransi yang dibuat pada 1976.
Sementara dari RFI disebutkan bahwa Negeri Belanda memiliki kebijakan toleransi terhadap obat-obatan kategori "soft drugs". Menurut situs web Parlemen Belanda disebutkan, "menjual obat-obatan terlarang di kafe bisa dihukum, tetapi Prosecution Office tidak akan menuntutnya dengan syarat kafe mematuhi kriteria: tidak menjual kepada anak di bawah umur, tidak menjual narkoba dan tidak menyebabkan gangguan" sehingga polisi secara resmi mencari cara lain".
Dalam situasi cannabis panic buying, staf kafe menyiapkan jalur terpisah untuk pembelian ganja secara tunai dan non tunai, termasuk kartu kredit. Pilihan yang tersedia memiliki nama-nama eksotis, seperti "Doctor", "Bubble" serta "Purple Haze".
Dan mereka terus melayani, sampai pintu kafe ditutup sesuai jam aturan penutupan menyeluruh atau lockdown diberlakukan.
"Rasanya tidak berlebihan bila saya ingin memiliki sedikit ganja, apalagi dalam persiapan lockdown," tutur seorang pembeli asal Irlandia yang menggunakan nama alias Hanna, dan dijumpai di luar salah satu kedai kopi di Den Haag.
"Usai menyimak konferensi pers soal lockdown bersama teman di apartemen, kami putuskan langsung membeli ganja. Namun saat masuk antrian sudah ada 30 orang di depan. Dan ada pula yang datang pakai mobil," tukasnya.
Menurut RFI, sebelumnya terdapat 576 kafe di Negeri Belanda, tetapi jumlah ini menurun pada 2019. Sebanyak 14 kedai mesti tutup karena terjadi kejadian kriminal atau ditemukan memiliki terlalu banyak stok produk.
Antrian pembeli ganja ini tak terelakkan, meskipun Menteri Kesehatan Negeri Belanda, Bruno Bruins telah memberikan imbauan, "Jangan menimbun barang, karena tidak perlu."
Dari pidato Perdana Menteri Negeri Belanda, Mark Rutte, sejauh ini negaranya telah mencatat 20 orang meninggal akibat penyakit COVID-19 dan sebanyak 1.135 mengalami infeksi.
Garis pembatas lockdown Negeri Belanda dibuat sampai wilayah Roermond, dekat perbatasan dengan Jerman. Sementara pemerintah Jerman disebutkan siap menutup perbatasan dengan Belanda, dan memberlakukan kontrol ketat bagi para pengunjung yang tiba dari Prancis, Austria, Swiss, Luxemburg serta Denmark mulai awal pekan ini.
Catatan dari Redaksi: Jika Anda merasakan gejala batuk-batuk, demam, dan lainnya serta ingin mengetahui informasi yang benar soal Virus Corona COVID-19, silakan hubungi Hotline Kemenkes 021-5210411 atau kontak ke nomor 081212123119