Suara.com - FM, seorang pasien dalam pengawasan (suspect) virus corona Covid-19 mengungkap keresahannya terkait kondisi saat ini. Ia menyebut, pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum siap menangani pasien virus corona.
Bukan tanpa sebab, FM membagikan pengalaman dirinya saat menjalani pengobatan setelah dinyatakan dokter sebagai pasien suspect virus corona. Kisah FM ini viral setelah dibagikan melalui Twitter.
"Gue resah dengan kondisi sata ini, gue pengen speak up sebagai pasien suspect Covid-19. Gua akan cerita tentang pengalaman gua sebagai pasien di salah satu RS Rujukan di Jakarta dan keresahan gua terkait corona," tulis FM, seperti dikutip Suara.com, Selasa (17/3/2020).
Awal Dinyatakan Supect Corona
Baca Juga: Harus Sabar, 3 Artis Ini Tunda Pernikahan Gara-gara Corona
FM, atas inisiatif sendiri, baru-baru ini kembali memeriksakan kondisi fisiknya ke sebuah rumah sakit rujukan, setelah mengalami beberapa gejala seperti lemas, demam, batuk, sesak napas dan tenggorokan.
Sebelumnya, ia sempat dirawat di ruang isolasi IGD dan beberapa waktu melakukan karantina mandiri di rumah. Ia pun rutin mengonsumsi obat yang diberikan dokter.
Namun karena kondinya tak kunjung membaik, ia kembali ke rumah sakit. Sampai di sana, ia mengaku langsung masuk IGD untuk menjalani sejumlah prosedur pemeriksaan.
FM kemudian dibawa ke ruang dekontaminasi yang di dalamnya ada sejumlah pasien.
"Habis gua rontgent paru, gua dipindahkan lah ke ruang dekontaminasi, itu isinya orang batuk semua. Pokoknya batuk, mau dia terindikasi corona atau enggak digabung disitu. Satu ruangan bisa berisi 4-5 orang dengan ukuran ruangan yang gua kira paling 2x3 meter," ungkapnya.
Baca Juga: Melawan Gravitasi, Teknik Penjual Antar Makanan Ini Bikin Melongo
Setelah menunggu sekira 2 jam bersama pasien yang mengalami batuk dalam ruangan tersebut, ia dinyatakan dokter suspect virus corona dan tak lama dipindahkan ke ruang isolasi khusus pasien Covid-19.
Ruang Isolasi Sesak
Sesaat setelah dipindahkan ke ruang isolasi, FM mengaku bertemu dengan 6 orang pasien suspect lainnya. Sebagian di antara mereka tengah menunggu hasil pemeriksaan lanjutan.
"Di ruang itu cuma ada 3 bed kasur, sedangkan pasiennya 6. Jadi terpaksa sebagian harus duduk di kursi roda. Gua sendiri duduk di kursi roda dari di ruang dekontaminasi sampe baru dapat kasur tadi pagi," terang FM.
Dua orang dari 6 pasien akhirnya dirujuk ke rumah sakit rujukan lain, sementara FM dan 4 pasien masih menunggu untuk tes Swab (tes corona). Sementara, hasil tes tersebut baru akan keluar sekira 3 hari kemudian.
"Akhirnya, sekitar jam 11 siang kita di tes swab oleh tim dokter. Hasil tes swab baru bisa diketahui paling cepet 3 hari. Lama banget ga tuh? Mangkanya ga heran di mata najwa Gub DKI sama Gub Jabar pengen tes mandiri. Soalnya kalo nunggu pusat lama banget," kata FM.
Selepas menjalani tes Swab, FM kembali ke rumah untuk menunggu hasil. Ia mengatakan, "Kalo positif, ya kita bakal dijemput pake ambulans. Ini juga dilakukan karena jumlah ruang isolasi terbatas, sedangkan jumlah pasien suspect dan positif terus nambah".
Indonesia Tak Siap Hadapi Corona
Tak sekadar menceritakan pengalamannya saat berobat, FM pun membagikan perbincangannya dengan seorang dokter di rumah sakit.
Menurut FM, sang dokter mengklaim Indonesia tidak siap menghadapi pandemi virus corona. Berkaca dengan ketersediaan fasilitas dan pelayanan medis yang tidak optimal.
Senada dengan pendapat itu, FM secara gamblang menyebut kasus corona di Indonesia banyak yang tidak terdeteksi.
"Tadi gua sempet ngobrol juga sama dokternya, dan dia mengakui kalo Indonesia tuh ga siap ngadapin corona. Sangat gagap bahkan dalam pelayanan medis. Dengan metode tes swab yang kayak sekarang, ga heran kalo banyak yang underdiagnosed," kata FM.
FM lantas mengatakan, "Gue bilang banyak yang underdiagnosed (Jumlah angka official jauh lebih kecil dr jumlah kasus real di lapangan) ? ya karena ga semua orang bisa ngecek dan mau ngecek. Fasilitas kita masih sangat terbatas, bahkan petugas medis yang nanganin pasien aja gabisa tes swab".
Indonesia Terlalu Sombong Hadapi Corona
FM mengklaim kasus corona yang terus meningkat di Indonesia merupakan akibat dari sikap pemerintah yang mulanya menganggap remeh virus mematikan tersebut.
Ia menyoroti berbagai kebijakan pemerintah yang dicetuskan, di tengah pandemi seperti pengadaan influencer hinga diskon pesawat. Mestinya kebijakan tersebut dikesampingkan, dan pemerintah fokus menangani virus corona.
FM juga mengkritisi sikap pejabat publik yang malah memetingkan hal simbolik
"Bahkan ketika Covid-19 sudah mulai mewabah di Indonesia, Menkes kita masih sempat-sempatnya mengedepankan hal simbolik, seperti pengangkatan Duta Imunitas Corona Sejati, daripada konkret membenahi masalah pelayanan kesehatan kita," tambahnya.
Tidak Semua Orang Bisa Tes Corona
Lebih lanjut, FM menyebut tidak semua orang di Indonesia bisa melakukan tes Swab. Sebab, layanan kesehatan kembali disebut-sebut tidak siap.
Begitu pula denga rumah sakit rujukan, FM menilai mereka kewalahan menangani virus corona yang terus meningkat. Kejadian itu tak lepas dari pemerintah yang tidak transparan terkait corona, beda dengan Singapura dan negara lainnya.
"Akhirnya banyak orang juga yang gak aware buat meriksa, padahal meriksa itu penting dan semakin banyak sampel semakin mendekati keakuratan. Selain itu, juga kemenkes harus mengizinkan daerah buat melakukan pengetesan sendiri, untuk memotong waktu," kata FM.
Corona Jadi Ajang Politisasi
Mengaku resah dengan kondisi di tengah pandemi virus corona, FM mengaku resah dengan ulah oknum yang justru menjadikan kasus ini sebagai ajang politisasi, khususnya di media sosial.
Mestinya, semua orang bersatu membangun persatuan dan kesadaran untuk memerangi virus corona, bukannya malah memicu kegaduhan dengan memperdebatkan kasus ini.
"Di isu yang seharusnya kita bersatu untuk melawannya karena terkait dengan kemanusiaan. Masih ada akun-akun yang menggunakan isu ini untuk kepentingan politik. Seharusnya kita mendukung segala bentuk kebijakan yang dilakukan oleh kelompok manapun....," kata FM.
Selain itu, pemerintah mestinya fokus memberikan edukasi kepada masyarakat menengah ke bawah supaya sadar akan isu ini. Pasalnya, mereka lebih rentan terinfeksi virus corona, beda dengan kalangan menengah ke atas yang bisa segera mengambil tindakan untuk pengobatan dan perawatan.
"Kelompok menengah kebawah ini juga kadang gak aware dengan kesehatannya dan isu covid-19 ini. Kalo mereka merasakan gejala, ya mereka ga bakal periksa paling cuman bakal bilang "ah paling masuk angin". Bayangin aja, penyebaran virus bakal lebih sulit kedeteksi," imbuhnya.
Gerakan Sosial Distancing dan Di Rumah Aja Bagus, Tapi Jokowi Kuncinya
Tekait upaya penanganan, FM pun menyambut baik gerakan sosial distancing dan di rumah aja yang dianjurkan pemerintah. Namun, ia pun menyarankan masyarakat untuk tidak menghakimi pekerja yang memang terpaksa bekerja setiap hari dan tidak bisa maksimal menjalani dua anjuran tersebut.
Ia berkaca dengan insiden antrean panjang di halte MRT dan TransJakarta setelah kebijakan pembatasan jam operasional untuk mendukung gerakan sosial distancing.
Maka dari itu, FM menyebut semua kunci penerapan upaya penanggulangan corona ada di tangan Jokowi. Jokowi diharapkan segera mengambil tindakan lockdown seperti tertuang dalam Undang-undang No.6 Tahun 2018 tentang karantina.
"Nah, Kunci untuk memaksimalkan #GerakanSosialDistancing ya dengan memaksa pemerintah untuk melakukan lockdown/isolasi. Kuncinya ada di pak @jokowi karena masalah lockdown ini sepenuhnya wewenang pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah," kata FM.
Kendati begitu, kebijakan lockdown pun harus mempertimbangkan berbagai hal. Sebab, banyak aspek yang akan berdampak, sehingga pemerintah perlu menyiasatinya dengan metode lain yang berterima bagi masyarakat.
"Kalo pertambahan pasien corona terus meningkat dan respon pemerintah masih lamban, dan dunia usaha juga enggak memberlakukan Work From Home, mungkin kita perlu gerakan digital yang lebih massif lagi. Agar pemerintah lebih serius menangani wabah Covid-19 ini. Gak hanya gimmick!!!," tulis FM.
Di akhir narasinya, FM pun mengaku cuitannya tersebut tidak bermaksud untuk menyudutkan Jokowi atau pihak rumah sakit tempat dirinya diisolasi, melainkan kritik supaya pemerintah lebih memprioritaskan layanan kesehatan kepada pasien virus corona.
Selain itu, ia juga mengajak khalayak untuk waspada mencengah penularan virus corona. Salah satunya dengan memeriksakan diri ke rumah sakit.