Pengumuman Jokowi soal Pengendalian Corona Lambat, Tanpa Komando Nasional

Reza Gunadha Suara.Com
Senin, 16 Maret 2020 | 10:40 WIB
Pengumuman Jokowi soal Pengendalian Corona Lambat, Tanpa Komando Nasional
Presiden Joko Widodo tiba untuk menyampaikan keterangan pers terkait penangangan COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (15/3). [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ahli kesehatan masyarakat menilai, pengumuman langkah-langkah pengendalian penyebaran virus corona Covid-19 oleh Presiden Jokowi adalah tindakan lamban dan tak cukup membuat publik tenang.

Jokowi memerintahkan kepala daerah mulai provinsi hingga kabupaten dan kota menetapkan situasi penyebaran Covid-19 di wilayahnya, dengan berkonsultasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

"Siaga darurat ataukah tanggap darurat bencana nonalam, berdasarkan status kedaruratan daerah tersebut," kata Jokowi di Istana Bogor, Minggu (15/3) akhir pekan lalu.

Pernyataan Jokowi ini menyusul penetapan Indonesia dalam status bencana nasional nonalam Covid-19 yang meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir.

Baca Juga: Wapada Corona, Rapat Jokowi dan Menteri Dilakukan dengan Teleconference

Selain itu, Jokowi juga akan melakukan langkah-langkah pencegahan dengan membuat proses belajar dan bekerja dari rumah.

"Kemudian menunda kegiatan-kegiatan yang melibatkan peserta yang banyak orangnya, dan meningkatkan pelayanan pengetesan infeksi Covid-19 dan pengobatan secara maksimal," katanya.

Sebelumnya, sejumlah kepala daerah sudah melakukan langkah-langkah ini. Menutup sekolah, menyarankan warga bekerja dari rumah sampai menutup pusat keramaian seperti kawasan wisata. Belajar dan bekerja melalui metode online.

Petugas bersiap menyemprotkan cairan disinfektan di pintu gerbong kereta di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Minggu (15/3).[Suara.com/Alfian Winanto]
Petugas bersiap menyemprotkan cairan disinfektan di pintu gerbong kereta di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Minggu (15/3).[Suara.com/Alfian Winanto]

Gerak pemerintah daerah

Inisiatif pengendalian Covid-19 ini dilakukan di antaranya Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Solo, Pemprov Jawa Tengah, dan Pemprov Jawa Barat.

Baca Juga: FPI Minta Jokowi Contoh Anies Hadapi Virus Corona

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengambil langkah taktis: merumahkan siswa dan menghentikan kegiatan yang bersifat massal.

"Jawa Barat sangat taat pada protokol pemerintah berkirim surat ke presiden untuk meminta izin inisiatif tes yang proaktif ini, melapor harian ke semua dimensi kementerian," katanya kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC Indonesia.

Jawa Barat, lanjutnya, sudah melakukan beberapa langkah inisiatif untuk menanggulangi penyebaran virus corona terbaru ini.

Pada awal Februari, Ridwan Kamil menetapkan Jawa Barat berstatus siaga satu, kemudian membangun Pusat Informasi dan Koordinasi Covid 19 Jawa Barat yang bisa diakses oleh warga.

Terbaru, Jawa Barat berinisiatif melakukan tes proaktif atau pemeriksaan sampel sendiri yang selama ini dipusatkan di laboratorium Balitbangkes Jakarta.

Test proaktif ini akan memeriksa sampel dari orang-orang yang rentan terpapar virus corona, seperti perawat dan tenaga medis yang menangani pasien positif Covid-19. Untuk melaksanakan tes proaktif itu, Ridwan Kamil mengaku sudah berkoordinasi dengan pusat.

"Kita sudah berkirim surat ke presiden untuk tes proaktif tadi, minta izin. Kedua, sudah ada arahan secara lisan langsung saya dengan Pak Yuri (Achmad Yurianto), juri bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, yang mengizinkan desentralisasi pengetesan," kata Emil sapaan Ridwan Kamil.

Menurut Emil, tes proaktif itu sudah dilakukan mulai kemarin, tanpa menunggu orang menunjukkan gejala. Sasarannya adalah orang-orang yang dalam pemantauan, orang yang tidak mengalami gejala tapi patut diwaspadai, seperti perawat dan tenaga medis.

Sampel akan diperiksa di laboratorium kesehatan Jawa Barat, bekerja sama dengan dengan laboratorium mikrobiologi dan parasitologi Fakultas Kedokteran Unpad dan Pusat Penelitian Nanoscience dan Nanoteknologi ITB dengan standar WHO Biosafety level 2.

"Jadi Jawa Barat sudah mendahului untuk tes proaktif tanpa menungu hasil tes dari pusat," ujar Emil.

Untuk melakukan tes proaktif, Emil mengaku, Jawa Barat sudah membeli test kit dari negara tetangga, yang hasilnya bisa diketahui dalam waktu empat sampai lima jam.

"Intinya (test kit) produknya dari luar negeri, dari negara Asia yang sudah teruji di negaranya dan barangnya memang tidak ada di Indonesia. Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah membeli duluan sebelum ramai-ramai (virus corona) ini," ungkap Emil.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. (Suara.com/Emi La Palau)
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. (Suara.com/Emi La Palau)

Data Covid-19 sempat tertutup untuk pemda

Saat ini, Pemprov Jabar memantau 706 orang warganya yang diduga terjangkit Covid-19. Dari jumlah tersebut, 256 di antaranya selesai menjalankan isolasi mandiri. Sementara, 448 orang masih dipantau karena belum melewati masa isolasi.

Sebanyak 82 orang warga Jabar dinyatakan pasien dalam pengawasan, yang terdiri dari 54 pasien negatif, 28 pasien masih menunggu hasil tes, dan tujuh orang dinyatakan positif, satu di antaranya meninggal dunia.

Pada awalnya, Emil mengaku, pihaknya kesulitan mengungkap dan melacak kasus positif Covid-19 di wilayahnya lantaran pemerintah pusat tidak menyampaikan datanya ke pemerintah daerah.

"Kemarin itu di hari-hari pertama blank (kosong) data itu, makanya pemerintah daerah bingung mau tracing ke mana, nggak ada datanya. (Blank di sini) data alamatnya (kasus positif Covid-19) tidak disampaikan ke pemerintah daerah. Tapi, sekarang sudah (disampaikan), dalam tiga hari sudah dilakukan.

"Makanya tadi saya berani menyampaikan tujuh kasus positif Covid-19 itu ada di Kota Bandung, Cirebon, Bekasi, Cianjur, dan Depok," ujar Emil.

Sejauh ini, Emil mengaku koordinasi dengan pemerintah pusat terkait penanganan dan penanggulanan Covid 19 berjalan baik, tanpa ada hambatan.

"Saya kira gak ada kalau disebut kesulitan (koordinasi dengan pemerintah pusat) hanya karena sekarang kita sifatnya proaktif," katanya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (Suara.com/Fakhri)
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. (Suara.com/Fakhri)

Langkah lambat dan belum tegas

Sekjen Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Husein Habsy menilai langkah pemerintah nasional dalam pengendalian Covid-19, lambat. Kesiapsiagaan untuk mengendalikan Covid-19 justru diinisiasi kepala-kepala daerah, bukan presiden.

"Sementara mungkin pemerintah (pusat) masih banyak sekali pertimbangan-pertimbangan aspek lainnya aspek politik, ekonomi dan seterusnya, sehingga kesan lambat memang," katanya kepada BBC Indonesia, Minggu (15/03).

Ia juga mengatakan, keterangan dari Presiden Jokowi belum dapat membuat masyarakat keluar dari rasa panik.

"Saat ini masyarakat seperti mendadak mendapat situasi yang bergerak cepat sekali. Artinya nuansa paniknya memang masih tetap ada," katanya.

Husein mengaku belum menangkap ketegasan dari keterangan Presiden Jokowi dalam mengambil langkah-langkah strategis pengendalian Covid-19. Semestinya, hal ini sudah menjadi instruksi yang mengikat dan memuat sanksi di dalamnya.

"Ya, paling tidak ini seharusnya bekerja dengan perspektif kedaruratan. Karena jika tidak ditangani dengan segera dampak lanjutannya kan juga makin makin berat," katanya.

Salah satu langkah nyata, menurut Husein, adalah memberikan sanksi kepada yang melanggar aturan pembatasan.

"Pemilik tempat-tempat rekreasi hiburan itu tutup dengan kesadarannya, kalau tidak mungkin, ditindak oleh tenaga-tenaga yang mengawasi gitu," katanya.

Langkah lainnya adalah membuka data lokasi-lokasi yang pernah dilalui pasien positif virus corona, membatasi mobilitas warga, dan menyediakan fasilitas tes kesehatan secara cuma-cuma.

Presiden Joko Widodo tiba usai menyampaikan keterangan pers terkait penangangan COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (15/3).  [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan]
Presiden Joko Widodo tiba usai menyampaikan keterangan pers terkait penangangan COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu (15/3). [ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan]

Langkah percuma pemerintah daerah

Hal senada diungkap Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng.

Menurutnya, kebijakan mobiltas warga antar wilayah perlu segera diatur secara rinci pemerintah pusat. Sebab, tanpa komando dari pemerintah nasional kebijakan di daerah untuk menanggulangi penyebaran Covid-19 akan percuma.

"Komando nasionalnya enggak ada. Jangkauan kebijakan pemda kan hanya terbatas yurisdiksinya. Ini mestinya level bencana nasional, kebijakannya harus nasional. Pemda mengamankan wilayahnya agar kebijakan nasional berjalan," katanya saat dihubungi BBC Indonesia, Minggu (15/03).

"Nasionalnya enggak sinkron dengan inisiatif lokal. Lokal bergerak, tapi sulit berdampak di luar wilayah mereka karena secara nasional belum ada kebijakan. Jadi nggak ada kemudian diliburkan di Jakarta, tapi dia masih bisa ke Jawa Barat," tambahnya.

Robert menambahkan pemerintah pusat juga perlu memikirkan anggaran yang dikeluarkan pemerintah daerah dalam rangka pengendalian Covid-19.

Kata dia, sejauh ini pemerintah daerah tak memiliki cukup anggaran untuk situasi khusus seperti wabah corona. "Ruang fiskal pemda itu sedikit sekali," jelas Robert.

Untuk diketahui, dalam dua pekan terakhir, pasien positif Covid-19 meningkat drastis menjadi 117 orang dengan jumlah kematian lima orang dan delapan lainnya sembuh. Robert melihat tren ini sebagai awalan wabah virus asal Wuhan di Indonesia.

Robert meminta pemerintah untuk lebih mementingkan hak masyarakat untuk aman dan nyaman di tengah penyebaran Covid-19. "Ini krisis kemanusiaan di depan mata," kata Robert.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI