Suara.com - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesua (KPAI) Susanto mengatakan semua anak terlahir menjadi pribadi yang baik. Hanya saja pengaruh proses sosial di lingkungan sekitar, termasuk keluarga dapat menjadikan seorang anak memikiki penyimpangan.
"Saya ingin menegaskan begini setiap anak itu lahir menjadi pribadi yang baik, tidak ada anak yang dilahirkan menjadi anak yang dalam tanda kutip punya potensi melakukan penyimpangan perilaku itu, sebnarnya adalah proses sosialnya karena proses belajar sosialnya karena proses lingkungannya yang kemudian mempengaruhi anak punya kecenderungan tertentu," tutur Susanto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Junat (13/3/2020).
Untuk itu, kata dia, KPAI melihat ada empat elemen penting yang perlu dibenahu agar tidak sampai mempengaruhi anak melakukan penyimpangan dalam proses sosialnya. Keempat hal tersebut, yakni keluarga, sekolah, masyarakat dan media.
Terpenting ialah keluarga yang menjadi tempat pertama bagi anak dalam proses belajar sosial. Susanto menekankan perlunya komunikasi yang harus dilakukan oleh orang tua kepada anak. Susanto menyoroti pola komunikasi normatif dan ala kadarnga yang sering dilakukan orang tua kepada anak.
Baca Juga: WNI Kena Corona, KPAI Minta Dinas Pendidikan Perketat Pengawasan Sekolah
"Keluarga, hasil riset Komisi Perlindungan Anak Indonesia, pola pengasuhan kita itu ternyata masih jauh dari harapan. Ayah, ibu secara umum, survei nasional yang dilakukan KPAI itu kalau ada anak-anak pulang dari sekolah yang ditanya ada dua hal sering kali, nak kamu sudah ngerjain PR atau belum? Yang kedua sudah makan atau belum?" ujar Susanto.
Menurutnya, jarangnya intensitas komunikasi menyebabkan orang tua tidak melakukan deteksi dini ada tidaknya penyimpangan yang dialami anak mereka. Apalagi jika pertanyaan yang dilontarkan hanya seperti yang disebutkan Susanto.
Untuk itu Susanto berharap agar orang tua dapat memberi perhatian lebih kepada anak dengan mengajaknya berbincang dan tidak sekadar menanyakan pekerjaan rumah atau PR.
"Hanya dua (pertanyaan) itu, bagaimana mungkin dia bisa mendeteksi kemungkinan anak menjadi pelaku atau korban kalau secara umum pola-pola pengasuhan kita hanya bertanya dari dua itu. Padahal sebenarnya orang tua seharusnya mendeteksi kemungkinan anak kita menjadi korban dan juga kemungkinan anak-anak kita cenderung misalnya menjadi pelaku. Ini sebenarnya harus menjadi semangat besar kita keluarga di Indonesia," tuturnya.
Baca Juga: KPAI Apresiasi Respons Cepat Gubernur Jateng dalam Kasus Bullying