Koalisi Masyarakat Sipil Tuntut Pemerintah Terbuka Soal Corona Covid-19

Jum'at, 13 Maret 2020 | 15:30 WIB
Koalisi Masyarakat Sipil Tuntut Pemerintah Terbuka Soal Corona Covid-19
Virus Corona Covid-19 masih menjadi momok di China, dengan jumlah korban terus mengalami peningkatan. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kemudian juga dalam menyikapi adanya wabah COVID-19 pemerintah malah memberikan dana intensif bagi industri pariwisata bukan untuk fasilitas kesehatan.

Di saat negara-negara lain berusaha menutup diri atau lockdown agar memotong penyebaran COVID-19, Indonesia justru malah memanjakan para turis untuk datang demi melindungi industri pariwisata.

Dengan melihat cara kerja pemerintah dalam menangani COVID-19 itu, koalisi masyarakat sipil menyesalkan dan menggugat cara pemerintah untuk menghadapi COVID-19. Mereka menilai kalau apa yang dilakukan pemerintah itu justru jauh dari memenuhi hak-hak konstitusional masyarakat yakni berhak dilindungi.

"Komunikasi publik pemerintah memang bisa mencegah kepanikan, tapi tidak bisa memberikan keamanan dan perlindungan atas ancaman yang nyata," pungkasnya.

Baca Juga: Sebut 2 Pasien Corona Meninggal, Jokowi: Virus Ini Tak Kenal Batas Negara

Adapun koalisi masyarakat sipil yang menggugat itu ialah AJAR, KontraS, Lokataru, Migrant Care, LBH Masyarakat,
P2D, PKBI, YLBHI, YLKI, dan WALHI.

Berikut adalah tuntutan-tuntutan yang disampaikan oleh koalisi masyarakat sipil untuk pemerintah:

  1. Menyediakan informasi publik yang benar, lengkap dan berkala menyangkut penyebaran dan risiko penularan.
  2. Respons darurat yang cepat, kompeten dan dapat dijangkau masyarakat yang merasa sakit.
  3. Menjamin mutu manajemen penelusuran kasus yang teliti dan transparan. Identifikasi klaster-klaster yang positif, lacak orang-orang yang berpotensi tertular atau jadi carrier. Bila perlu lakukan upaya ‘partial isolation’.
  4. Pemantauan yang cermat.
  5. Kebijakan kesehatan publik yang rasional, dapat dijangkau dan tepat.
  6. Uji laboratorium yang luas, tidak boleh dimonopoli Kemenkes, dengan juga memperbanyak testing. Mendukung upaya pemerintah daerah melakukan uji laboratorium untuk pengujian pasien.
  7. Manajemen kasus yang baik untuk menghindari stigma terhadap pasien.
  8. Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi yang cermat, terpercaya. Manajemen keramaian publik termasuk melarang acara publik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI