Kemudian juga dalam menyikapi adanya wabah COVID-19 pemerintah malah memberikan dana intensif bagi industri pariwisata bukan untuk fasilitas kesehatan.
Di saat negara-negara lain berusaha menutup diri atau lockdown agar memotong penyebaran COVID-19, Indonesia justru malah memanjakan para turis untuk datang demi melindungi industri pariwisata.
Dengan melihat cara kerja pemerintah dalam menangani COVID-19 itu, koalisi masyarakat sipil menyesalkan dan menggugat cara pemerintah untuk menghadapi COVID-19. Mereka menilai kalau apa yang dilakukan pemerintah itu justru jauh dari memenuhi hak-hak konstitusional masyarakat yakni berhak dilindungi.
"Komunikasi publik pemerintah memang bisa mencegah kepanikan, tapi tidak bisa memberikan keamanan dan perlindungan atas ancaman yang nyata," pungkasnya.
Baca Juga: Sebut 2 Pasien Corona Meninggal, Jokowi: Virus Ini Tak Kenal Batas Negara
Adapun koalisi masyarakat sipil yang menggugat itu ialah AJAR, KontraS, Lokataru, Migrant Care, LBH Masyarakat,
P2D, PKBI, YLBHI, YLKI, dan WALHI.
Berikut adalah tuntutan-tuntutan yang disampaikan oleh koalisi masyarakat sipil untuk pemerintah:
- Menyediakan informasi publik yang benar, lengkap dan berkala menyangkut penyebaran dan risiko penularan.
- Respons darurat yang cepat, kompeten dan dapat dijangkau masyarakat yang merasa sakit.
- Menjamin mutu manajemen penelusuran kasus yang teliti dan transparan. Identifikasi klaster-klaster yang positif, lacak orang-orang yang berpotensi tertular atau jadi carrier. Bila perlu lakukan upaya ‘partial isolation’.
- Pemantauan yang cermat.
- Kebijakan kesehatan publik yang rasional, dapat dijangkau dan tepat.
- Uji laboratorium yang luas, tidak boleh dimonopoli Kemenkes, dengan juga memperbanyak testing. Mendukung upaya pemerintah daerah melakukan uji laboratorium untuk pengujian pasien.
- Manajemen kasus yang baik untuk menghindari stigma terhadap pasien.
- Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi yang cermat, terpercaya. Manajemen keramaian publik termasuk melarang acara publik.