Suara.com - Warga Semarang, Badwi Rahman sempat ditangkap polisi karena memiliki bengkel dan bunker senjara. Hal itu ia ungkapkan pada Ganjar Pranowo melalui akun youtube Gubernur Tawa Tengah tersebut.
"Jadi masalah saya itu, terus terang saya mempunyai begkel senjata dan bungker senjata di Klaten sehingga ditahan," kata Badwi dalam video yang diunggah pada Rabu (11/3/2020).
Karena pekerjaannya itu, ia bahkan memiliki 3 nama samaran, yaitu Yusril, Aris, dan Yosep. Ia bahkan sempat memiliki 8 KTP yang berbeda.
"Ini buat kamuflase biar masyarakat menerima, jadi ketika ada suatu permasalahan, kita DPO pas pergi ke suatu daerah kan kita harus ganti nama dengan KTP," ungkapnya.
Baca Juga: Kominfo Siapkan 9 Bab Terkait RPM Tata Kelola Sistem Elektronik
Badwi mengaku bahwa kepemilikan bunker senjata ini terkait dengan keikutsertaanya dengan organisasi islam, Neo JI (Jemaah Islamiah).
"Kalau bungkernya di sekitar Jogja di sebelum Goa Jepang, Parangtritis sebelum itu ada jembatan belok kiri ada Goa Jepang masuk persis di situ beli tanah untuk nimbun senjata," ujarnya lagi.
Senjata-senjata yang ia simpan adalah senjata rakitan sendiri di mana mulanya ia dapat dari Dulmatin, terduga pelaku Bom Bali 2002.
"Pertama kita cari-cari temasuk dapat dari mbah Dulmatin, kemudian kita bongkar pasang sambung, bikin sama mesin," kata dia lagi.
Senjata yang ia buat adalah laras pendek FN berkaliber 5X5 cm. Sebelum menyimpan senjata, mereka akan menguji dengan enam tembakan, jika berhasil maka senjata itu dinyatakan layak.
Baca Juga: Bebaskan Sekolah dari Narkotika
"Dicoba itu cari tempat yang agak jauh kemudian gali tanah kemudian dor dor dor kita coba tembakan, kalau enam kali tembakan sudah bisa semua, berarti ini sudah layak, terus kita simpan," kata Badwi pada Ganjar.
Target Penggunaan Senjata
Badwi mengatakan pada Ganjar, pembuatan senjata-senjata ini akan didistribusikan untuk keperluan menembak kelompok yang menyerang muslim.
"Target senjata begini kita evaluasi sendiri jadi memang banyak terutama Indonesia Timur, Islam itu minoritas, mudah sekali ditekan," ujarnya.
Ia menambahkan, "Di situlah kita mengambil keputusan bahwa ketika umat muslim diserang kemudian kita harus mengandalkan pemerintah, pemerintah agak lama prosesnya jadi harus kita yang ke sana."
Atas kesadaran itu, mereka akhirnya menyediakan senjata yang dianggap untuk membela umat muslim. "Pokoknya yang nyerang (muslim) lah," kata dia lagi.
Sudah sadar
Melalui berbagai pengalaman itu, Badwi mengaku bahwa kini ia mulai mempersiapkan untuk lebih berjuang dengan keluarganya. Ia mengaku tak terjaring lagi dengan Neo JI.
"Ketuhanan Yang Maha Esa kan berarti bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beketuhanan, tidak ada salahnya di mana itu bermacam-macam, saya pikir hidup memang tidak bisa dikuasai oleh satu golongan," ungkapnya.
Ia berpesan pada masyarakat luas untuk lebih banyak mencari referensi dari berbagai pihak dan jangan memercayai satu guru saja.
"Belajar ketahui agama jangan satu guru saja banyak yang lain, fikih juga bermacam. Jadi harus pelajari banyak ustaz jangan langsung percaya cari referensi lain," tutupnya.