"Bertolak dari karakteristik bisnis yang sulit untuk diprediksi dan tidak dapat ditentukan secara pasti," ujarnya.
Sehingga putusan MA ini otomatis menggugurkan vonis pengadilan di tingkat pertama di PN Tipikor, Jakarta Pusat. Dalam putusan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Karen divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 Miliar, subsider 4 bulan kurungan penjara.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni 15 Tahun kurungan penjara. Karen sempat mengajukan banding atas vonis tersebut. Namun, ditolak. Akhirnya, Karen mengajukan Kasasi pada 8 Oktober 2019 di Mahkamah Agung.
Diketahui, Hakim Ketua Emilia PN Tipikor, Jakarta Pusat menilai terdakwa Karen telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang sangat menyalahgunakan jabatan untuk melakukan investasi.
Baca Juga: Posisi Deputi Penindakan KPK Kosong, Bakal Diisi Polri atau Kejagung?
Karen terbukti pada tahun 2009 PT Pertamina (Persero) telah melakukan akuisisi (Investasi Non-Rutin) yakni pembelian sebagian asset (Interest Participating/ IP). Dimana aset tersebut sebelumnya milik ROC Oil Company Ltd di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia berdasarkan "Agreement for Sale and Purchase-BMG Project" tanggal 27 Mei 2009.
Setelah dilakukan pendalaman, ditemukan adanya dugaan penyimpangan dalam proses usulan Investasi. Pengusulan itu diduga tidak sesuai Pedoman Investasi yakni pengambilan keputusan investasi tanpa adanya kajian Kelayakan berupa kajian secara lengkap (akhir) atau "Final Due Dilligence". Bahkan, diketahui tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris.
Dalam kasus ini, Karen melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.