Suara.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang gugatan praperadilan jilid II kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung oleh eks Sekretaris MA Nurhadi, Senin (9/3/2020).
Gugatan itu dilayangkan Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto. Ketiganya berstatus tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA.
Sidang ini akhirnya digelar setelah sempat ditunda dua pekan, karena pihak termohon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hadir pada sidang sebelumnya Senin (24/2/2020).
Dalam sidang perdana ini, Kuasa Hukum Nurhadi Cs membaca gugatan yang intinya mempersoalnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap Nurhadi cs yang dinilai tak sesuai dengan KUHAP.
Baca Juga: Geledah Vila Nurhadi di Bogor, KPK Temukan Belasan Moge dan 4 Mobil Mewah
"SPDP itu tidak sesuai dengan KUHAP. Jadi tata caranya tidak sesuai, waktunya tidak sesuai, itu kan tidak disampaikan secara lanngsung, harusnya dititipkan kepada kepala desa," kata tim Kuasa Hukum Nurhadi, Ignatius Supriyadi di PN Jaksel, Senin (9/3/2020).
Dalam permohonannya, Rezky disebut tidak pernah menerima SPDP, sedangkan Nurhadi baru mengetahui adanya SPDP itu setelah SPDP diterbitkan pada 10 Desember 2019.
Nurhadi dan Riezky, kata Ignatius, baru mengetahui penetapan dirinya sebagai tersangka setelah tahu dari Hiendra Soenjoto, dari Handoko Sutjitro yang menjadi saksi, dan konferensi pers KPK.
"Karena termohon mengirimkannya (SPDP) dengan begitu saja ke rumah kosong di wilayah Mojokerto," lanjutnya.
Selain itu, SPDP Hiendra dikirimkan ke rumah pembantunya ketika ia tak berada di rumah.
Baca Juga: Pimpinan KPK Minta Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Buronan Nurhadi
Seharusnya, lanjut Ignatius, menurut KUHAP, SPDP itu harus diberikan langsung kepada tersangka atau disampaikan melalui pejabat wilayah setempat, bukan melalui pembantu yang menurutnya tidak mengerti apa-apa terkait kasus ini.
Kemudian, pihak Nurhadi cs juga menilai uang sejumlah Rp 33.334.995.000 yang ditransfer Hiendra ke Rezky bukan tindak pidana korupsi melainkan hubungan keperdataan.
"Peristiwa-peristiwa yang disangkakan itu sebenarnya merupakan peristiwa perdata murni, karena itu merupakan hubungan hukum antara Rezky dengan pemohon Pak Hiendra," kata Ignatius.
Pihak Nurhadi juga mempermasalahkan penetapan tersangka yang dilakukan KPK tanpa pemeriksaan terlebih dahulu.
"Penetapan tersangka kepada Pak Nurhadi dan kawan-kawan itu hanya didasarkan pada laporan tindak pidana korupsi yang kita anggap laporan itu sama seperti laporan polisi, sehingga belum ada dilakukan proses penyidikan. Oleh karena itu, ini tidak sesuai dengan hukum acara," tegasnya.
Sidang ini rencananya dilanjutkan pada Selasa (10/3/2020) besok, dengan agenda jawaban dari pihak termohon yaitu KPK.
Sebagai informasi, buronan KPK, Nurhadi bersama menantunya, Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto mengajukan permohonan praperadilan terkait penetapannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi.
Nurhadi diduga menerima suap sebesar Rp 33,1 miliar dari Hiendra Soenjoto lewat menantunya, Rezky Herbiyono yang diduga untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata kepemilikan saham PT MIT yang berperkara di MA.
Sebelumnya, Nurhadi juga telah mengajukan gugatan praperadilan, namun ditolak oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hakim menilai bahwa KPK telah melakukan penetapan status tersangka melalui mekanisme hukum yang sah.