Suara.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana mengkritik rencana KPK yang membuka peluang menyidangkan buronan Harun Masiku dalam kasus suap penetapan PAW anggota DPR dengan menggunakan metode in absentia, yakni tanpa dihadiri terdakwa di persidangan.
Kurnia menganggap langkah itu tersebut tak tepat dilakukan KPK.
"Saat ini rasanya tidak tepat jika KPK langsung begitu saja menyidangkan Harun Masiku dengan metode in absentia," kata Kurnia dikonfirmasi, Jumat (6/3/2020).
Dia pun menganggap metode in absentia yang ingin dipakai itu menandakan jika KPK di era kepimpinanan Firli Bahuri Cs tak menangkap Harun.
Baca Juga: Di Balik Cerita Petugas KPK Dikira Penculik di Jember, Sampai Ditangkap
"Sebab, sampai hari ini publik tidak pernah melihat adanya keseriusan dan kemauan dari Pimpinan KPK untuk benar-benar menemukan dan menangkap buron tersebut," kata Kurnia dikonfirmasi, Jumat (6/3/2020).
Kurnia pun tak menampik bahwa dalam Pasal 38 ayat (1) UU Tipikor memang membuka celah bagi KPK untuk tetap melimpahkan berkas ke persidangan tanpa kehadiran terdakwa.
Meski demikian, Kurnia mengingatkan pasal tersebut dapat digunakan dengan syarat khusus, yakni penegak hukum harus benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya tetap akan memproses kasus Harun hingga ke persidangan.
Bila belum juga tertangkap, KPK akan menyidangkan kader PDI Perjuangan itu dengan metode in absentia. Metode itu dalam hukum merupakan proses dalam mengadili seseorang tanpa dihadiran di persidangan.
Baca Juga: Menpan RB Tjahjo: Ketua KPK Firli Punya Strategi yang Sama dengan Jokowi
"Kalau pun kemudian seandainya tak tertangkap sampai hari kami melimpahkan ke pengadilan, tak menutup kemungkinan sekali lagi itu tetap kami lanjutkan dengan proses persidangan in absentia," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/3/2020).