Suara.com - Paguyuban Ojek Online Yogyakarta ricuh dengan oknum debt collector pada Kamis (5/3/2020). Kericuhan tersebut terjadi ketika seorang ojol, Luthfi Aditya Kusuma (29) diduga mengalami penganiayaan oleh terduga oknum debt collector.
Luthfi dianiaya setelah mencoba melerai oknum DC yang sedang berusaha menarik paksa motor milik seorang driver saat berada di kawasan Jalan Wahid Hasyim.
Atas kasus tersebut, bagaiamana hukum Indonesia mengatur penarikan motor secara paksa oleh debt collector?
Melansir dari LBH Jakarta, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1169/KMK.01/1991 Tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha, menyebut bahwa setiap transaksi sewa guna usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian.
Untuk itu pada leasing biasanya akan diikuti jaminan fidusia. Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan.
Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan. Sehingga pihak leasing dilarang menarik motor atau jaminan lainnya tanpa penilaian badan Pelelang Hukum.
Selain itu, pada Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012 juga telah melarang leasing menarik secara paksa kendaraan nasabah yang nunggak bayar kredit.
Hukuman Penarikan Kendaraan Secara Paksa
Penarikan kendaraan secara paksa oleh debt collector, bisa dikenai Pasal 368 Ayat (1) yang menyatakan:
Baca Juga: Protes Omnibus Law Cilaka, Buruh Wanita: Jangan Cuma Selfie Kawan-kawan
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun."
Pasal 378 tentang Penipuan, berbunyi:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun."
Debt collector yang secara paksa mengambil barang kreditan dengan menggunakan kekerasan juga bisa dijatuhi Pasal 365 KUHP berbunyi:
"Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri."